KADER PARTAI AMANAT NASIONAL UTAMA ANGKATAN KE IV 2004   

Sabtu, November 25, 2017

Hari Lahir Ibu Ku ...Yang Telah Tiada 25-11-1935

~ Puisi Doa Untuk Ibu Yang Telah Tiada, Meninggal ~
Tak kuasa ku menahan semua ini
Tak percaya untuk ku melihat ini
Apakah benar itu dirimu ibu
Terdiam membisu tanpa bersua
Terbaring ditengah-tengah kerumunan
Lantunan ayat-ayat Allah terdengar
Mengiringi sedihnya hati ini
Kau hanya diam tak bergerak
Menangis,, itulah yang ku bisa
Berontak tak kan mengubah semua
Ikhlaslah yang harus ku pelajari
Karena itu bisa membuatmu tenang
~~
Tak terbiasa aku hidup tanpamuSepi rasanya dunia ini tanpa hadirmu
Termenung sendiri mengingat canda tawamu
Mengingat semua keluh kesahmu

Tak ada kata lain selain rindu untukmu
Merindumu adalah makanan sehari-hariku
Menangis kala ku ingat senyum manis mu
Sedih rasanya hati ini mengingat tingkah lakuku
Disini aku kan selalu berdoa untukmu
Berdoa supaya engkau ada disisinya
Ditempat yang paling indah disana
Selalu akan ku doakan yang terbaik
Ku mencintaimu ibu
Selalu mencintaimu
Tersimpan kokoh dalam hati
Tak akan pernah terganti
*Tepat hari ini hari lahirnya ibuku .....yang telah tiada meninggalkan kami semua semoga engkau tenang disana....dilapangkan kuburnya....diampuni segala dosa2nya ...dan diterima dalam surgamu ya Allah...
*Suma Illa arwahi ruhi....h.siti mariyani saiulillahi lahum al-fatihah............

Jumat, Juni 09, 2017

Amien Rais Terseret Kasus Alkes, Warga Muhammadiyah: Jangan Bangunkan Macan Tidur

jpnn.com, JAKARTA - Tokoh MuhammadiyahAzrul Tanjung menilai ada unsur kesengajaan dari aparat penegak hukum untuk mengaitkan Amien Rais dalam kasus korupsi alkes. Tujuannya jelas untuk meruntuhkan kredibilitas Amien yang merupakan tokoh di Muhammadiyah.
"Kasus ini sepertinya sengaja diadakan untuk membunuh karakter Pak Amien. Pak Amien itu adalah salah tokoh penting di Muhammadiyah, beliau juga tokoh reformis yang sangat disegani warga Muhammadiyah," kata Azrul yang‎ menjabat Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah kepada JPNN, Kamis (8/6).
Warga Muhammadiyah, lanjutnya, menilai aparat hukum telah melakukan kriminalisasi terhadap Amien. Apalagi Amien seringkali melakukan protes terhadap pemerintah, terlebih saat kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bergulir.
"Protes Pak Amien kepada Ahok kan sesuai fakta. Kasus Ahok terang benderang, tidak seperti kasus Pak Amien yang gelap dipaksa untuk terang," ucapnya.
Kriminalisasi terhadap Amien, lanjut Azrul, sudah melukai jutaan warga Muhammadiyah. Selama ini Muhammadiyah sudah memberikan kontribusi besar bagi bangsa. Muhammadiyahjuga sudah menyatakan mendukung pemerintahan Joko Widodo hingga selesai.
"Jadi kurang apalagi kontribusi Muhammadiyahkepada bangsa ini, kok kami diusik karena salah satu tokoh kami protes terhadap kasus Ahok. Kami mengimbau kepada aparat penegak hukum untuk bersikap profesional, jangan mencari-cari kasus untuk menjerat ulama dan tokoh Islam. Ingat, jangan membangunkan macan yang lagi tidur," pungkasnya. (esy/jpnn)

Senin, Juni 05, 2017

Amien Rais "digebuk", Pengamat:Lantang Menolak Reklamasi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Direktur Eksekutif Voxvol Centre Pangi Syarwi Chaniago menilai, penyebutan nama Amien Rais dalam kasus alat kesehatan (Alkes) sarat muatan politis ketimbang penegakkan hukum.

"Amien Rais kita sudah paham dan tahu yang selama ini paling keras menolak reklamasi, kita masih ingat ketika Amien siap nantangin Luhut buka-bukaan atau adu data soal apa saja keuntungan reklamasi bagi masyarakat, saya pikir ini jelas mengganggu rezim dan pemerintah," kata Pangi saat dihubungi, Senin (5/6/2017).

Apalagi, sambung dia, belakangan santer kuat dugaan pemerintah pusat bersikeras mengambil alih reklamasi, dan bertekad meneruskan proyek itu pasca kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada DKI 2017.

"Sementara Amien Rais menjadi batu kerikil atau sandungan yang menganggu dan menghambat misi memuluskan reklamasi," ungkapnya.

Selain itu, kata dia, sosok mantan ketua MPR RI itu juga dianggap salah satu faktor kekalahan Ahok dalam Pilkada kemarin.

"Saya kira, Amien Rais juga punya peran besar, menggerakkan umat melawan penista agama, sehingga Ahok kalah dalam pilkada 2017, jadi ada yang balas dendam dan sakit hati sama Amien Rais," sindir dia.

Pangi yakin sebelum mencuatnya kasus ini tentunya ada sejumlah upaya lain untuk menundukkan seorang Amien Rais.

"Saya yakin sudah banyak dapat tawaran yang macam-macam supaya diam, namun nampaknya mengalami jalan buntu, kompromi pun gagal untuk menjinakkan Amien Rais.Supaya enggak runcing-runcing lagi, ruang gerak Amien Rais harus dimatikan," tandas dia.

Menurut Pangi, konstelasi politik yang dijalankan rezim pemerintahan saat ini sudah tidak sehat lagi.

"Main gebuk cara rezim dalam mengelola negara, ini enggak baik kalau diteruskan ke depannya, mesti dihentikan cara-cara yang tak lazim atau menghalalkan segala cara untuk sikat dan bunuh karakter seseorang," pungkas dia.(yn)

PAN Jabar Kerahkan 35 Pengacara Untuk Bantu Amien Rais Laporan: Aldi Gultom 

RMOL. DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat menyiapkan 35 pengacara untuk memberi bantuan hukum terhadap Amien Rais yang terseret kasus aliran dana korupsi Alat Kesehatan (Alkes) di Kementerian Kesehatan.

Dalam persidangan dengan terdakwa Siti Fadilah Supari di Pengadilan Tipikor Jakarta, nama Ketua Majelis Kehormatan PAN itu disebut jaksa turut menerima hasil korupsi Alkes, totalnya Rp 600 juta. Amien menerima langsung dana itu dari Yayasan Soetrisno Bachir.

"Bapak kita Amien Rais sudah menjelaskan bahwa beliau tidak tahu menahu asal usul uang tersebut. Beliau memang menerima uang tersebut tahun 2007, tetapi dari Soetrisno Bachir. Kalau sekarang diangkat lagi, saya menduga ada indikasi pembunuhan karakter terhadap tokoh nasional," kata Ketua Pusat Advokasi Hukum DPW PAN Jabar, Abdurrahman T. Pratomo, di kantor DPW PAN, Bandung, Senin (5/6).

Seperti pengakuan Amien sendiri, Abdurrahman yakin uang yang Amien terima dari Yayasan Soetrisno Bachir adalah bantuan dana operasional.  Seandainya Amien tahu uang tersebut berasal dari korupsi Alkes, tentu Amien tak akan mau menerima.

"Karena visi PAN itu mendukung gerakan anti korupsi yang digaungkan oleh KPK. Kalau Pak Amien melakukan ini, tentu kontraproduktif," tambahnya, dikutip dari RMOL Jabar.

Di mata Abdurrahman, Amien Rais mendapat perlakuan yang tidak adil. PAN Jabar akan meminta penjelasan KPK terkait kasus yang menjerat salah satu tokoh reformasi 98 itu.

"Kami menghormati proses hukum, asal fair dan transparan. Bila ada muatan politis, kami tidak akan tinggal diam," tegasnya. [ald]

Minggu, Juni 04, 2017

Din Syamsudin Pun Akhirya Bicara

BM PAN Se Jawa Rencanakan 20 Ribu Kader Duduki KPK Bila Amien Rais Dikriminalisasi

Faktual.co.id – Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) se Jawa akan turunkan 20 ribu kader duduki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bila lembaga anti rasuah itu ingin mengkriminalisasi Amien Rais. Rencana menduduki KPK oleh kader BM PAN se Jawa ini terkait tuduhan tendensius Jaksa KPK tentang adanya aliran dana kasus alkes ke mantan Ketua Umum PAN Amien Rais.

Melalui konfrensi pers yang dilakukan Amien Rais di kediamannya Jalan Gandaria Jakarta Selatan Jumat (2/6/2017), tokoh reformasi 1998 ini telah tegaskan, bahwa dana Rp.600 juta sebagaimana yang dituding  Jaksa KPK, adalah sumbangan pribadi dari sahabatnya Soetrisno Bachir dalam perjuangan dakwa dan politiknya. Hal ini dilakukan Soetrisno pada Amien Rais sebelum PAN lahir. Senada dengan Amien, Soetrisno Bachir pun telah menjelaskan, bahwa dana Rp.600 juta itu sumbangan pribadi dia ke Amien Rais. Tak ada hubungannya dengan kasus alkes.

Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN)  ini pun menjelaskan, bantuan dia ke Amien Rais itu sudah dilakukannya sebelum PAN lahir. Dukungan Soetrisno Bachir pada perjuangan dakwah dan politik Amien Rais ini rutin dilakukan karena wasiat dari ibu kandungnya untuk terus membantu perjuangan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.

Rencana 20 ribu kader BM PAN se Jawa menduduki KPK juga disampaikan Ketua Umum BM PAN Ahmad Yohan melalui pesan pendeknya via SMS kepada Faktual.co.id. Yohan tegaskan, “kami tidak main-main, bila KPK hendak mengkriminalisasi Amien Rais. Ini pembusukan citra Amien Rais sebagai tokoh reformasi, tokoh Muhammadiyah sekaligus mantan Ketua MPR-RI.”

Lanjut Yohan, “apa yang dilakukan Jaksa KPK itu tidak saja melukai kami sebagai kader muda PAN, tapi juga telah mencederai demokrasi dan upaya penegakan hukum. Kami yakin, kasus ini sangat politis terkait gerakan-gerakan pak Amien mengkritisi pemerintah. Kami akan duduki KPK dengan mendatangkan 20 ribu kader BM PAN se Jawa.”

Hingga saat ini, KPK belum memberikan tanggapan apapun terkait penyebutan nama Amien Rais oleh Jaksa KPK dalam pembacaan tuntutan kasus korupsi alkes. Amien Rais sendiri, berencana datangi KPK pada Senin (5/6), dalam rangka meminta klarifikasi KPK yang dianggap telah memfitnahnya terkait adanya aliran dana Rp.600  juta kepada dirinya.

Di sisi lain Ahmad Baharun Nur selaku Anggota Majelis Pertimbangan Barisan DPP BM PAN  (MPB DPP BM PAN) mengatakan "ini sudah menjadi tusukan buat kami apabila orang tua kami...guru kami...bapak reformasi kami ..bapak bangsa kami sdrku Amien Rais hendak di kriminalisasi kan...maka saya minta seluruh rakyat elemen bangsa ini untuk mengambil sikap yg tegas, kalian bisa seperti sekarang ini bebas bicara..bebas berpendapat itu tiada lain berkat beliau dan seluruh elemen bangsa ini yang sepakat dengan reformasi".Bahrun pun meminta agar  disikapi dengan elegant dan rasionalitas penuh penuh ketenangan karena sejatinya mereka ingin bangsa ini terpecah belah diawali dengan pembusukan pembusukan para pemimpin yang kritis, ulama dan umat di adu domba..maka kemudian ini menjadi kesiapsiagaan kami selaku elemen bangsa." imbuhnya

Teknik Pembusukan Karakter Amien Rais

1. Teknik pembusukan karakter adalah penggiringan opini seolah Amien Rais terima uang 600 juta dari korupsi. Faktanya: Amien Rais trima dari Soetrisno Bachir Foundation (SBF).

2. Amien Rais menerima transferan dari rekening atasnama Yurida Adiani sekretaris Soetrisno Bachir Foundation. Pembusukan karakter.

3. Begitu hebat dan luar biasanya, gorengan media yg langsung menggiring bahwa Amien Rais menerima uang korupsi. Ditambah bumbu bumbu dari KPK.

4. Fakta dan buktinya adalah yg mnerima transferan dari PT Mitra Media (kasus ALKES) adalah yayasan milik Soetrisno Bachir. Mengapa digiring ke nama Amien Rais?

5. Amien Rais adalah pihak ke-tiga yg tdk tahu menahu asal uang 600 juta yg dia terima dari SBF. Mengapa arahnya bukan ke SBF? Tapi ke Amien Rais?

6. Yang penting dan utama, busukkan dulu, tuduhkan dulu soal benar atau tidak urusan belakangan. Teknik pembusukan ala KPK lewat media.

7. Mengapa KPK tidak memberikan penjelasannya karena data persidangan sudah jelas. Bukan justru membiarkan, opini berkembang. Pembusukan karakter.

8. Ini soal nama baik seseorang, yg langsung digiring opini korup Karena dikatakan menerima aliran dana. Yang menerima itu SBF bukan Amien Rais.

9. Aksi pembiaran KPK hingga opini berkembang liar di masyarakat bisa mjadi bukti ada upaya pembusukan karakter. Padahal KPK sangat mengetahui.

10. Ketika semua urusan pokok ada di pihak SBF lalu mengapa penggiringan opini langsung diarahkan ke Amien Rais? Kecuali ada agenda pembusukan.

11. Bahkan Soetrisno Bachir sudah akui, bahwa Amien Rais tidak ada urusan alias tidak tahu menahu soal 600 jt tersebut.

12. Yang menjadi catatan, pihak SBF sudah beritahukan dan jelaskan semua kepada KPK. Lalu mengapa KPK seolah membiarkan opini pembusukan terjadi?

13. Satu hari ini, hampir semua media menggiring opini Amien Rais korup karena

menerima dana korupsi. Dan KPK membiarkan itu terjadi.

14. KPK justru memberi bumbu drama dengan berita "Pimpinan KPK tidak mau menerima kedatangan Amien Rais". Penggiringan untuk pembusukan.

15. Alasan KPK adalah KPK tidak mau bertemu dengan pihak yang berperkara. Amien Rais berperkara apa? Teknik Penggiringan.

16. Padahal dulu, jubir KPK Johan Budi dan deputi penindakan Ade Rahardja melakukan pertemuan dengan Nazzarudin diam-diam. Tolak lupa sejarah

17. Kembali lagi, luar biasa dan hebat penggiringan opini busuk kpd Amien Rais. Semua fakta kebenaran ditutupi oleh penggiringan yg dilakukan.

18. Yg penting dan utama adalah semua kepala di republik ini berpikir Amien Rais korup. Salah satu tokoh aksi bela Islam terjerat kasus korup.

19. Memang hebat, strategi proxy war yang sedang terjadi. Semua proxy yang ada termasuk lembaga dan badan yang ada di negara ikutan berperan.

20. Tinggal kini, ibu Pertiwi menangisi apa yg kini sdg terjadi Anak negeri saling kelahi Sementara kondisi negeri makin terlilit utang diri.

Mengapa Pak Amien Rais Perlu Mendatangi KPK

Dr. DRAJAD WIBOWO memberi keterangan Tadi di TVOne (by phone
antara lain :
Saya jelaskan mengapa pak Amien perlu mendatangi KPK.

Jaksa KPK (oknum Jaksa KPK ??) sudah menyebut pak Amien menerima aliran dana Alkes dalam berkas tuntutannya pengadilan, TANPA MINTA KETERANGAN Pak Amien.

Pak Amien itu bukan tokoh yg sama levelnya dengan (maaf) anggota DPR, Menteri atau Dirjen. Beliau Bapak Reformasi..
Jika beliau tidak menggulirkan reformasi, belum tentu ada KPK.. Belum tentu ada demokrasi, kebebasan pers dan kebebasan berbicara spt skrng. Beliau tokoh nasional, tokoh agama, tokoh politik.. mantan Ketum Muhammadiyah dan Ketum PAN.

Jadi penyebutan oleh jaksa KPK tersebut menimbulkan kerusakan yg besar bagi pak Amien, keluarga, dan banyak pihak lainnya, minimal warga PAN dan atau Muhammadiyah.

Jika pak Amien menunggu panggilan KPK, bisa dibayangkan bagaimana liarnya spekulasi di pers maupun medsos.
Betapa besar kerusakannya.
Karena itu, wajar dong kalau pak Amien mendatangi KPK utk memberi keterangan.

Kata jubir KPK, KPK masih mendalami data tentang dugaan aliran dana ke pak Amien.. Kalau masih mendalami, mengapa jaksa KPK menyebut dlm tuntutan ??
Sudah nama beliau disebut, dipermalukan  tanpa dimintai keterangan, sekarang mau memberi keterangan koq malah ditolak seperti kata jubir KPK.

Jadi saya berharap pimpinan KPK bijak melihat situasi tsb. Beda ceritanya klo KPK sdh meminta keterangan beliau.

*Catatan: sekarang mas Tris SB sdh menjelaskan bahwa dana yg dikirim ke pak Amien itu uang mas Tris sendiri.

Sabtu, Juni 03, 2017

Perisai Lahir Batin Amien Rais

By: IG  @hanumrais

Saya sebenernya telah beresolusi akan mengurangi sosmed di bulan puasa ini (post terakhir tgl 21mei). Namun tuduhan yg dialamatkan pd Bapak akhir2 ini membuat banyak pesan pd saya, lewat WA, DM dll agar saya sebagai putrinya jg memberikan semacam klarifikasi.
Saya tdk akan memberikan klarifikasi terkait tuduhan tsb, karna insyaAllah Bapak scara perwira akan menggelar konpers di kediaman JKT hari ini sebelum sholjum. Silahkan wartawan datang dan melansir jawaban beliau.
Saya hanya ingin berbagi bagaimana seorang Amien Rais menanggapi badai dan terjangan fitnah, deraan ujian, cobaan namun juga kebahagiaan. Mudah mudahan menjadi hikmah di bulan suci ini.
Terkembali kepada Anda yang menilai.
Di awal April 2017 lalu, Seorang Mantan jenderal yg duduk di posisi pemerintahan ckp strategis menemui Bapak. Ia mengatakan bahwa ia dikirim boss nya yg ingin bertemu Bapak. Ia ditugasi membuat titik temu& tempat. Bapak mengatakan"Monggo dgn senang hati, semua orang dr kalangan manapun saya temui, apalagi orang terhormat spt bapak bos". Namun sang mantan jendral mengatakan boss ingin bertemu di tempat rahasia, tdk tercium media, karena pembicaraan akan bersifat confidential. Bapak tercenung. Ini sesuatu yang aneh. Mengapa harus rahasia?
Singkat cerita Bapak menolak meski sang utusan berdalih: pertemuan penting yg tdk bisa jadi konsumsi publik. "Maaf, jika ingin bertemu silahkan tapi terbuka, biarkan media melansir, biarkan mereka tahu hasil pembicaraan, toh  pasti terbaik untuk bangsa. Jika pertemuan rahasia, saya tahu, sy hanya akan jadi bangkai politik Anda".
Sang utusan mundur, pamit dlm kekecewaan. Saya mendengar dan melihatnya semua dr balik pintu di Joglo. Oh ini to Bapak Mantan Jenderal yang sering jadi penghubung itu.
Sepeninggal sang utusan, sy katakan pada Bapak. "Pak, beliau bos pasti akan tersinggung dgn jawaban Bapak. Dan it's just a matter of time, you'll be singled out. Hanya soal waktu Bapak akan diperkarakan entah bagaimana dan apa caranya"
Bapak mengangguk. Ia sangat paham. (Bersambung)
Amien Rais, mgkn ayah saya. Tapi saya mengagumi bagaimana ia menerima suatu hal, yang bagi sebagian orang termasuk saya adalah musibah, tapi karena ia seorang insyaAllah rajulun shalih, ia menerimanya dgn lapang dada bahkan menganggap blessing in disguise, keberkahan yang terselip dalam sebuah ujian. Termasuk tuduhan menerima aliran dana. Ia tdk akan bersembunyi atau malah kabur. Blessing yg bagaimana? Silahkan nanti wartawan hadir.
Tdk hanya sekali ini sesungguhnya Bapak menerima tudingan ini. Yang bersifat seolah melanggar hukum, dicitrakan koruptif, hipokrit, dll yg muaranya satu: pembunuhan karakter krn manuver Bapak dianggap tdk kooperatif dgn para petinggi nasional. Hingga akhirnya saya menyimpulkan 'yang penting Amien Rais disebut dulu, diberitakan, dimunculkanlah opini dan bola liar fitnah yg keji di media, hingga kepingan2 tuduhan tersebut terbang tak terkontrol lalu setelah yakin the damage has been done, bahkan tdk akan terkoreksi lewat klarifikasi, selesai sudah misi. 36 tahun sy tahu benar bagaimana Bapak memberi perisai pd dirinya dalam kancah politik yg seringkali membuat orang lunglai karna tak kuat dirundung. Mereka adalah Salat, Puasa, tadarus, Dzikir, dan Sedekah.
Sama halnya ketika kemarin sy justru bersiasat bagaimana Bapak harus mengklarifikasi hal ini dengan ini dan itu, Bapak malah senyum dan hanya mengatakan: "yang terjadi pada Bapak semua atas ijin Allah The Almighty. Ini berkah! Ini berkah! Tdk sedikitpun bapak merasa ini hukuman atau ujian. "Kamu kalau baca Al Quran gak perlu kita berkelit atau takut. Hadapi"
Yah. Itulah saya memang bukan Amien Rais. Saya masih anak anak yang ketika terjadi suatu peristiwa yang memojokkan, justru terfikir bagaimana bersiasat atau membalasnya atau malah ngelokro berputus asa. Memandang hal yg unfortunate dgn kacamata keberkahan, mgkn hanya bisa dirasa oleh orang yg maqom imannya sudah qualified.
Saya jd teringat suatu kali ketika saya ngelokro di kursi roda ketika selesai di kuretase keguguran. Bapak menggeledek saya dan tak henti hentinya saya menangis sambil saya gumam. "Saya sdh hopeless"
Bapak tampak tdk suka dengan kelemahan iman saya ini. Ia kemudian duduk menghadap saya "num lihat ya rumah sakit ini.Lihat baik baik. Ruangan2nya, nursing stationnya, semuanya"
Saya memandang sekelebat tapi masih tak paham apa maksud bapak. Masih menangis meratapi janin 11 minggu yg barusan dimakamkan. "Nduk, kamu keguguran itu memang sebuah kesedihan tapi lihatlah kabar baiknya: kamu bisa HAMIL! Setelah sekian tahun tanpa ada hasil! Kamu punya benih! Bahkan bisa menyimpan 3 embrio yg bisa digunakan lagi. Allah memberi kabar baik: kamu wanita yang bisa hamil. Bukan manusia yg disebut didalam Al Quran yg memang ditakdirkan Allah tdk diberi benih. Tinggal masalah waktu kamu harus terus mencoba"
Mataku yang sembab seketika sedikit melebar. Ada keberkahan yg luput dr kacamataku. Yang bisa dibaca Bapak. "Nduk, ingat suatu saat nanti Bapak akan menggeledek kamu melewati ruangan2 RS ini, melewati nursing station ini, dengan kamu yg tersenyum mendekap seorang bayi. Bapak yakin. InsyaAllah. Pulang dr RS ambil wudhu, sholat, dzikir, ngaji dan jgn lupa sedekahnya dikuatkan. Its just a matter of time you will have a baby"
Sekian tahun berikutnya, meski di RS yg berbeda, saya mendekap Sarahza dengan Bapak mendorong saya dikursi roda.
@rangga_alma pernah bilang kpd saya, setelah Sarahza lahir. Num, kadang aku berpikir ekstrim ya mungkin kita berdua ini kan bukan org yang saleh saleh amat. Ngadepin hidup sering naik turun kadar imannya, bahkan sering suuzon sama yang diatas, mgkn doa kita selama ini tdk dikabulkan sama Allah. Tapi Allah mengabulkan doa Bapak untuk kita karena ia orang saleh.
Itulah Amien Rais. Di Jumat Berkah ini, ia akan hadapi tudingan yg dialamatkan padanya itu dengan bersyukur dan tanpa sedikitpun rasa keder. Karena ia berperisai keyakinan bahwa Allah selalu bersama hambaNya yg berserah diri.

Mas Tris Pastikan Duit Alkes Tak Mengalir ke Amien Rais

Pengusaha asal Pekalongan itu menegaskan, uang yang ada di rekening Nuki itu berasal dari  Direktur Utama PT Mitra Medidua Andi Krisnamurti. Perusahaan itu merupakan pemasok alat kesehatan bagi PT Indofarma Tbk yang menjadi rekanan Kemenkes dalam pengadaan alkes.

Sedangkan suami Nuki, Rizaganti Syahrun merupakan teman dari Andi. Karenanya aliran uang antara Indofarma dengan Mitra Medidua karena urusan utang.

"Itu uang pinjam-meminjam antara suami Bu Nuki dan Andi dan itu sudah dikembalikan. Jadi, tidak ada urusannya SBF. Dana SBF itu dari saya sendiri," katanya.

Sutrisno juga membantah tudingan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut pemberian uang itu sebagai ungkapan terima kasih Siti Fadilah karena direkomendasikan Muhammadiyah dan PAN sebagai menkes. "Itu tidak ada," tegasnya.(boy/jpnn)

Jumat, Juni 02, 2017

Amien Rais Difitnah Untuk Lindungi Kasus BLBI Dan Skandal Proyek Reklamasi

Aliran dana kepada Amien Rais ini mencuat dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang menjadi terdakwa kasus tersebut, Rabu (31/5) malam.

Ketua Progres 98, Faizal Assegaf menilai tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Iskandar Marwanto itu sarat politis. Ini disebutnya fitnah keji untuk mengalihkan perhatian rakyat dari desakan penuntasan kasus BLBI dan proyek reklamsi Teluk Jakarta

"Jutaan rakyat tahu bahwa Amien Rais sangat getol mendesak KPK untuk membongkar kasus BLBI dan Proyek Reklamasi," tegas Faizal dalam pesan whatsapp yang diterima redaksi, Jumat (2/6). 

Hal itu membuat KPK berupaya mencari cara menghindar dari tekanan publik.

Faizal melihat pendekatan pengalihan isu melalui modus penyebaran fitnah untuk membidik tokoh-tokoh oposisi yang kritis semakin menimbulkan keresahan. Jika hal itu dibiarkan ia khawatir hukum akan menjadi instrumen kepentingan politik kekuasaan untuk membungkam suara kritis para tokoh nasional, ulama dan aktivis.

Lebih lanjut ia mengatakan, sejak pimpinan KPK menghadap Presiden Jokowi beberapa waktu lalu di Istana, publik makin mencurigai adanya deal politik untuk menghentikan penyidikan kasus BLBI, proyek reklamasi, kasus RS Sumber Waras dan kasus-kasus besar lainnya.

"Deal politik tersebut secara terang-benderang telah menempatkan KPK sebagai alat kepentingan politik kekuasaan yang bekerja atas arahan kepentingan Istana," terangnya.

Kecurigaan itu, menurut Faizal, kini makin terlihat jelas dari sikap KPK yang tiba-tiba berbalik arah menyerang tokoh reformasi Amien Rais lantaran yang bersangkutan giat menyerukan penuntasan kasus BLBI dan skandal proyek reklamasi.

"Modus-modus politik demikian tentu berpotensi memicu eskalasi dan ketegangan antara rakyat dan penguasa. Ujungnya akan muncul perlawanan secara keras dan berpotensi menjahtuhkan rezim Jokowi," imbuhnya.

Terlebih situasi kini makin memanas akibat tekanan penguasa kepada ulama dan tokoh-tokoh Islam dalam serangkaian kriminalisasi yang kian meresahkan rakyat.

Faizal menyarankan, Presiden Jokowi sebaiknya berhenti mempermainkan nurani umat Islam melalui aneka serangan politik kriminalisasi secara brutal dan semena-mena.

"Kesabaran rakyat ada batasnya, jangan sampai seluruh elemen umat Islam kembali bersatu dan turun ke jalan mendesak segera MPR RI menggelar Sidang Istimewa," ujarnya, mengakhiri

Sumber :
http://politik.rmol.co/read/2017/06/02/293916/Amien-Rais-Difitnah-Untuk-Lindungi-Kasus-BLBI-Dan-Skandal-Proyek-Reklamasi!-

Jumat, Februari 24, 2017

Indonesia Makin Kritis, Tokoh Reformasi Amien Rais Bongkar Ancaman Dahsyat Poros Beijing

                                                              Masjid Gedhe Kauman

www.posmetro.info - Tokoh reformasi, Prof Dr Amien Rais menilai masa depan Negara Indonesia sejatinya berada pada hasil Pilkada Jakarta.Tapi, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu merasa khawatir dengan kondisi Indonesia yang semakin kritis.

“Saya lahir sebelum proklamasi dan saya hidup di lingkungan Muhammadiyah dan Masyumi. Nah saya katakan, belum pernah negeri muslim terbesar yang namanya Indonesia ini, dalam keadaan yang sekritis dan mengkhawatirkan seperti yang kita alami saat ini,” katanya saat Tablig Akbar di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Sabtu malam (18/2/2017).

Mengutip Milton Friedman, Amien Rais sependapat dengan perkataannya “The combination of economic and political power in the same hands is a sure recipe for tyranny”. Kombinasi politik dan ekonomi disatukan adalah resep yang cespleng untuk munculnya tirani yang mendasar minoritas atas mayoritas.

“Saudara-saudara saya tahu ini direkam, teman-teman dari BIN ada disini, dari Bareskrim ada disini juga untuk memata-matai saya. Pasti ada, saya katakan, saya bisa berdebat dengan Pak Jokowi kapan saja. Maaf pak Jokowi saya ekspresi anak negeri yang dilindungi Undang Undang Dasar, bahwa sejatinya pak Jokowi dan pak Ahok adalah dua boneka politik dan ekonomi dari warga yang hanya dua persen,” ujarnya.

Ucapan Jokowi yang mengatakan bahwa Indonesia harus jadi poros maritim di Asia bahkan dunia, menurut Amien Rais bagian dari rencana Beijing mengembangkan sayap ekonomi dan jalur perdagangan bisnis Internasional Tiongkok.

“Ini saya buka, sarjana ekonomi S1 dari UGM kok tiba-tiba jadi ahli kelautan. Jebulnya, ternyata tim pemenangan pak Jokowi sekarang ini sudah berkali-kali sowan ke Beijing, dari sana dikenalkan dengan OBOR (One Bild One Road). Dalam rangka mengepakkan sayap ekonomi dan militer itu, maka Beijing membuat jalan sutra dari Beijing terus ke selatan lewat Asia Tengah sampai ke Turki, sampai ke Eropa,” ucapnya.

Amien Rais mengetahui bahwa Negeri Indonesia akan jadi pelayan ekonomi Negeri Bambu. Menjadi budak di negeri sendiri merupakan ancaman yang sudah ada didepan mata. Dia sangat berharap komentarnya didengar oleh Pemerintahan Jokowi, untuk selanjutnya berdialog masalah ancaman bangsa dari gempuran ekonomi Tiongkok.

“Nah saudara-saudara, orang yang berfikiran sederhana tahu bahwa poros maritimnya rezim ini, jadi subordination, jadi pelayan ekonomi Cina. Saya tahu ini direkam, malah supaya didengar oleh mereka. Jadi kita ini mengalami hal yang paling mengkhawatirkan,” tandasnya.[pmc]

Kamis, Februari 23, 2017

Wahidin Halim Anggap Rano Karno Seperti Anak Kecil



TANGERANGNews.com-Calon gubernur Banten Wahidin Halim minta agar Rano Karno jangan sepeti anak kecil yang tidak menerima kekalahan dalam bermain bola.  Jika memang, kubu Wahidin Halim dianggap melakukan kecurangan, dia berharap Rano Karno mau menempuh sesuai dengan aturan yang ada dalam Pilkada.
"Jangan seperti anak kecil yang kalah main bola terus enggak terima. Terus menerus membuat resah masyarakat dengan menggelar konpres tentang adanya kecurangan. Harus bisa menerima kekalahan, kalau mau protes tempuh ke jalur hukum," ujar Wahidin Halim kepada wartawan, Rabu (22/2/2017).
Wahidin Halim yang sudah diatas angin karena hasil real count memenangkan dia bersama Andika Hazrumy menyatakan, sudah siap menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Banten. 
Dia pun sudah merencanakan akan memperbaiki program yang sudah dirancang oleh Rano Karno dalam RAPBD Banten.
 "Kalau programnya bagus (zaman Rano Karno)  saya akan lanjutkan. Tetapi kalau tidak bagus, ya enggak usah (tidak dilaksanakan)," terang Wahidin Halim

Cegah Aksi Bejat Iwan Bopeng, Jawara Jakarta Akan Dikerahkan ke TPS



Jakarta, MMC Indonesia  – Aksi ahoker Iwan Bopeng di tempat pemungutan suara (TPS) pada 15 Februari lalu menjadi perbincangan heboh. Pasalnya, Iwan Bopeng menyebut dirinya pernah memotong tentara di depan banyak orang.
Hal itu dikatakan Iwan Bopeng saat berseteru dengan petugas KPPS. Dia marah lantaran para pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merasa dipersulit untuk menyalurkan hak pilihnya.
Menyikapi insiden itu, para jawara dan pengacara akan turun tangan membantu pengawasan di TPS saat pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran kedua pada19 April 2017 mendatang.
Para jawara dan pengacara berkolaborasi dalam wadah bernama Bang Japar untuk untuk ikut membantu mengawasi TPS agar aksi-aksi pemaksaan kehendak dan premanisme tidak lagi terjadi pada hari pencoblosan nanti.
Gerakan Bang Japar ini merupakan salah satu program dari komunitas bernama Forum Indonesia. Salah satu inisiator Bang Japar yang juga senator Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, Bang Japar merupakan akronim dari Kebangkitan Jawara dan Pengacara.
Fahira mengatakan, Bang Japar resah melihat begitu arogannya segerombolan orang mengintimidasi para petugas KPPS, seakan-akan mereka paling benar, paling berkuasa, dan paling paham hukum.
“Para jawara dan pengacara ini sepakat bahwa premanisme seperti ini harus dilawan secara elegan dan beradab. Untuk itu, Bang Japar nanti akan ikut mengawasi TPS. Poinnya, Bang Japar tidak ingin aksi-aksi seperti yang dilakukan ‘Iwan Kotak-Kotak’ terjadi lagi,” ujar Fahira Idris, di Jakarta (22/2).
Keresahan dan kekhawatiran para jawara dan pengacara bahwa kemungkinan besar aksi-aksi intimidasi dan premanisme bakal terjadi lagi pada putaran kedua Pilkada Jakarta, bukan tanpa alasan.
Sebab hingga saat ini aparat yang berwenang belum terlihat akan menindaklanjuti aksi intimidasi, ancaman, dan premanisme di TPS. Padahal aksi-aksi seperti ini masuk dalam pelanggaran pemilu karena sudah menggangu proses dan tahapan pilkada.
“Niat kita adalah ikut membantu penyelenggara pilkada, agar pilkada ini tidak hanya luber, tetapi juga jujur dan adil dengan menangkal tindakan intimidatif, curang dan arogan yang menganggu ketertiban di TPS,” imbuh Fahira.
Dari sisi keamanan, lanjtu Fahira, jika dibutuhkan maka Jawara akan membantu mengamankan TPS dari oknum-oknum yang coba mengacau. Sementara dari sisi hukum, para pengacara akan memastikan proses pemungutan dan penghitungan suara sesuai dengan aturan.
Selain mencegah aksi-aksi premanisme di TPS, para jwara juga akan ikut mengawasi agar pada pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, tidak terjadi mobilisasi pemilih sehingga hanya mereka yang benar-benar berhak saja yang diperbolehkan masuk ke dalam bilik suara. [pojok/MMC]

Rabu, Februari 22, 2017

PPP dan PAN Deklarasi Resmi Dukung Anies-Sandi


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat DKI Jakarta resmi menyatakan dukungannya untuk pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran dua Pilkada DKI Jakarta. Dukungan itu resmi dideklarasikan di Posko Pemenangan Anies-Sandi di Jalan Cicurug, Menteng, Jakarta Pusat.
Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Mohammad Taufik, mengatakan, dua partai bernapas Islam ini merupakan keluarga besar di DKI Jakarta. Gerindra, PKS, PAN, PPP, PKB, Demokrat merupakan partai yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan yang digagas pada waktu Pilkada DKI belum dimulai. Saat itu, PDIP DKI Jakarta yang masih dikomandoi Bambang DH juga ada di dalamnya.
"Sekarang kembali lagi keluarga yang menyatu. Demokrat, PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan PKS. Sekarang putaran dua insya Allah koalisi kekeluargaan kembali lagi menjadi utuh, minus PDIP," kata Taufik di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/2).
Dalam deklarasi ini, perwakilan PKB dan Demokrat tidak hadir. Taufik mengklaim PKB DKI Jakarta masih dalam perjalanan ke lokasi. Namun, hingga deklarasi selesai, perwakilan PKB tak ada di lokasi. Sementara DPD Demokrat DKI Jakarta, kata Taufik, masih dalam proses untuk meminta persetujuan ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Tapi, Pak Nachrowi Ramli (Ketua DPD Demokrat DKI Jakarta) secara organisatoris oke, tapi masih harus ke Pak SBY," ujar dia.
Taufik mengaku, kesepakatan dukungan ini baru dicapai ditingkat wilayah. Masing-masing partai, kata dia, akan membawa aspirasi ini ke tingkat DPP. Namun, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini mengklaim, semua partai pengusung pasangan Agus-Sylvi di tingkat wilayah sudah sepakat memberikan dukungannya ke pasangan Anies-Sandi di putaran kedua.
Wakil Ketua DPW PAN DKI Jakarta Bambang Kusumanto mengatakan, pernyataan dukungan ini sudah merupakan instruksi dari Ketua DPW PAN DKI Jakarta Eko Hendro Purnomo. Bahkan, dia mengklaim dukungan kepada Anies-Sandi sudah mendapat restu dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
"Menurut saya ini sudah dari pusat, dari ketum. Ini sudah perintah ketum melalui ketua DPW (PAN)," ujar Bambang.
Sementara itu, Bendahara Fraksi PPP di DPRD DKI Jakarta Nina Lubena menjelaskan, dukungan ini sudah atas izin Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abraham 'Lulung' Lunggana atau kubu Djan Faridz. "Mewakili PPP kami insya Allah mendukung paslon Anies-Sandi dan siap memenangkan Anies-Sandi. Semoga perjuangan kita diridhai Allah," ujar dia.
Rep: Mas Alamil Huda / Red: Bilal Ramadhan

Hanafi Rais: PAN tak Mendukung Ahok



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais menegaskan sudah menjadi harga mati pihaknya tidak mendukung calon gubernur pejawat DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017. Bahkan dia menyebut, mayoritas kader dan pengurus DPP menginginkan partai mendukung pasangan calon (paslon) Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta nanti. 
Dia mengatakan, sikap tersebut merupakan komitmen awal PAN dalam pilkada ini, dan PAN tidak mengubah sikapnya hingga akhir Pilkada nanti.Menurutnya para kader PAN menginginkan gubernur DKI Jakarta baru yang mencintai dan dicintai rakyatnya, serta tidak arogan. Maka hal yang wajar apabila mereka tidak menghendaki Ahok kembali berkuasa di DKI Jakarta. 
Salah satu cara untuk mencegahnya adakah memberikan dukungan kepada paslon lawannya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. “Kita menginginkan gubernur baru dan sosok gubernur yang mencintai dan dicintai rakyat yang tidak arogan dan membawa terobosan-terobosan untuk membangun Jakarta. Untuk alasan itu ya pasangan nomor tiga yang akan didukung PAN,” kata Hanafi Rais, di Kompleks Parlemen, Senin (20/2).

Meski hingga saat ini PAN belum memberikan sikap resmi terkait Pilkada DKI Jakarta, itu tidak akan mengubah alasan dan tidak mengubah semangat untuk gubernur DKI Jakarta baru. Hanafi Rais mengungkapkan, PAN belum memberikan sikap resmi karena ketua umum PAN menunggu hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah DKI Jakarta. 
Maka kader PAN juga menghormati proses resmi pembicaraan dengan koalisi yang mendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni. Hanya saja secara mayoritas, secara chemistry dan faktual, basis dan massa PAN mendukung Anies-Sandi. 

Sebelumnya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, memberikan sinyal bakal memberikan dukungan kepada paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Meski demikian, dia mengatakan, PAN belum secara resmi memberikan sikap untuk putaran kedua DKI Jakarta yang bakal dihelat pada Maret mendatang.

Nah yang paling penting Jakarta ini bagaimana kita agar pilkada ini dapat dimenangkan oleh umat Islam. Karena itu serahkan kepada kami di pusat, karena lawannya tidak berimbang,” kata Zulkifli, saat bertemu Kader PAN di Magelang-Jawa Tengah, Ahad (19/2) kemarin.

Bacalah Ayat Ini Saat Sulit, Maka Allah Akan Kirim Seribu Malaikat Untuk Menolongmu


Penulis : Ana Syafa Al-Junaidi

Tersebutlah seorang laki-laki yang menempuh perjalanan dari Damaskus menuju Zabadani. Di tengah jalan, ada laki-laki lain yang berniat menyewa keledainya. Meski tak dikenal, ia mengizinkan laki-laki asing untuk menyewa keledainya. Keduanya berjalan menuju satu lokasi, beriringan.


“Ayo lewat arah sini,” ajak laki-laki penyewa keledai. 
“Tidak, aku belum pernah lewat jalan itu. Mari tempuh jalan yang lain.” jawab si laki-laki. Mengelak. 

“Tenang saja,” rayu laki-laki penyewa keledai, “aku yang akan menjadi penujuk jalan.” 
Keduanya pun berunding hingga laki-laki pertama mengikuti saran laki-laki yang menyewa keledainya.

Tak lama setelah itu, keduanya sampai di sebuah tempat yang sukar dilalui. Medannya terjal dan curam. Laki-laki pemilik keledai melihat ada beberapa mayat tergeletak di sana. 
Tak dinyana, laki-laki yang menyewa keledainya turun sembari menodongkan sebilah pedang. “Turunlah segera! Aku akan membunuhmu!” 
Laki-laki pemilik keledai pun berlari sekuat kemampuannya. Ia berusaha menghindar, tapi sia-sia karena sukarnya medan yang harus dilalui. 
“Ambil saja keledai kepunyaanku.
Bebaskan aku.” ujar laki-laki pemilik keledai. Nyawanya terancam.
“Pasti. Aku tidak akan menyia-nyiakan keledaimu. Tapi, aku juga ingin membunuhmu.” Gertak si laki-laki. Bengis. 

Tak henti-hentinya, laki-laki pemilik keledai ini menyampaikan nasihat. Ia juga membacakan ancaman-ancaman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an dan hadits Nabi tentang dosa membunuh dan melakukan kejahatan secara umum. 
Sayangnya, laki-laki itu tak menggubris. Nafsu membunuhnya sudah bulat. Tak bisa dicegah. Mustahil diurungkan. 
“Jika demikian,” ujar laki-laki pemilik keledai, “izinkanlah saya mendirikan shalat. dua rakaat saja.” 

“Baiklah,” bentak laki-laki jahat, “tapi jangan lama-lama!” 

Qadarullah, semua hafalan laki-laki pemilik keledai hilang. Saat sibuk mengingat-ingat, laki-laki tak bernurani itu membentak dan menyuruhnya bergegas. 

Akhirnya, teringatlah satu ayat oleh laki-laki pemilik keledai ini. Ia membaca firman Allah Ta’ala dalam surat an-Naml [27] ayat 62, 

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah selain Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” 

“Seketika itu juga,” tutur si laki-laki, “dari mulut lembah muncul seorang pengendara kuda membawa tombak. Dia melemparkan tombak tepat di dada laki-laki jahat itu hingga langsung tersungkur tanpa bernyawa.” 

“Siapakah engkau?” tanya laki-laki pemilik keledai penuh heran sekaligus haru terima kasih. 
“Akulah hamba-Nya Dia yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” 

Kisah menakjubkan ini juga dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. 
Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaaat, bagikan info ini agar semua orang tidak patah semangat dalam menghadapi ujian sesulit apapun.

AHMAD BAHARUN NUR: Tegas, DPD Tolak Ahok Jabat Gubernur Lagi

AHMAD BAHARUN NUR: Tegas, DPD Tolak Ahok Jabat Gubernur Lagi: www.posmetro.info -  Anggota DPD RI AM Fatwa menolak keputusan pemerintah yang mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seba...

Tegas, DPD Tolak Ahok Jabat Gubernur Lagi


www.posmetro.info - Anggota DPD RI AM Fatwa menolak keputusan pemerintah yang mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Keputusan ini membuka peluang bagi masyarakat untuk menggugat kebijakan yang dikeluarkan oleh Ahok.

Menurut Fatwa, pengaktifkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 83 ayat 1 berbunyi "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."

"Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah seharusnya berhenti sementara sejak perkaranya diregister sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara," ujar Fatwa dalam konferensi pers di gedung kompleks parlemen, Jakarta, Senin (20/2/2017).

AHMAD BAHARUN NUR: Amien Rais Sejak Lama Serukan Nasionalisasi Freepo...

AHMAD BAHARUN NUR: Amien Rais Sejak Lama Serukan Nasionalisasi Freepo...: sangpencerah.id – Belakangan kisruh antara Pemerintah dan PT Freeport mengemuka terkait perjanjian dalam pengelolaan tambang emas di P...

Amien Rais Sejak Lama Serukan Nasionalisasi Freeport


sangpencerah.id – Belakangan kisruh antara Pemerintah dan PT Freeport mengemuka terkait perjanjian dalam pengelolaan tambang emas di Papua, berbagai elemen dan lembaga menyuarakan dukungannya agar Indonesia lebih tegas terhadap Freeport.
Di balik itu semua sesungguhnya tokoh reformasi Prof Amien Rais sejak dahulu bahkan sejak zaman suharto berkuasa sudah sering mengkritisi dan membuka praktek penjajahan Freeport terhadap Indonesia namun banyak pihak yang tidak suka terhadap kritikan Amien Rais, bahkan beliau pun difitnah pernah menjadi Komisaris PT Freeport
Amien melihat PT Freeport seperti penyakit kanker ganas untuk perekonomian Indonesia. “Freeport itu adalah parasit, benalu, dan bahkan sudah menjadi kanker ekonomi buat bangsa,” katanya.
Jadi, lanjut Amien, Freeport ini berusaha untuk mencapai tujuan dengan segala cara ditempuh. Amien membeberkan beberapa hal seperti, pengrusakan lingkungan hidup di muka bumi. “Freeport ngemplang pajak mungkin ribuan triliun sejak tahun 1967,” katanya.
Kemudian, kata Amien, juga terjadi banyak kasus pelanggaran HAM. Ratusan orang Papua ditembaki oleh satpam Freeport karena mengais rejeki satu dua gram emas dilimbah perusahan. “Freeport selalu berusaha menyogok petinggi TNI atau Polri atau Pejabat Tinggi seolah-olah menjebak,” katanya.
Sikap Amien Rais soal Freeport terekam di jejak digital yang menyuarakan agar Indonesia lebih tegas terhadap Freeport antara lain
Menurutnya, mengembalikan Freeport ke pangkuan nasional adalah tanggung jawab bersama seluruh bangsa Indonesia. Karena itu, Indonesia perlu mewarisi sifat Gajah Mada, Pangeran Diponegoro, Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir agar bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan korporasi-korporasi asing.
“Saya yakin jika Freeport mampu diselesaikan maka persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia tinggal yang kecil-kecil. Sebab masalah terbesar bangsa ini sejatinya adalah bermuara di Freeport, karena itu bagian dari bentuk penjajahan ekonomi bagi bangsa Indonesia.” (redaksi/sp)

AHMAD BAHARUN NUR: Inkonstitusional (Tulisan Amien Rais Soal Freeport...

AHMAD BAHARUN NUR: Inkonstitusional (Tulisan Amien Rais Soal Freeport...: oleh : M.Amien Rais "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk seb...

Inkonstitusional (Tulisan Amien Rais Soal Freeport 20 Tahun Silam)

oleh : M.Amien Rais

"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuranrakyat," demikian bunyi Pasal 33 Ayat 3, UUD 1945.
Pasal ini sudah demikian jelas, demikian terang benderang, tidak berwayuh arti dan interpretasi bahwa seluruh kekayaan alam (natural resources) yang berada dalam perut bumi, di berbagai bukit dan gunung-gunung, di atas tanah yang berupa hutan dan di dalam air yang berupa hasil-hasil sungai, danau, dan lautan di seluruh Indonesia harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sejak awal Orde Baru kita semua sudah bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Murni berarti bahwa kita memegang teguh jiwa dan aksara pasal demi pasal UUD 1945 serta melaksanakannya dengan segenap kemampuan. Konsekuen berarti bahwa setiap rintangan dan halangan yang menghadang pelaksanaan konstitusi harus kita atasi secara tegas. Demikian juga tidak boleh kita menutup-tutupi kebenaran dengan kebatilan dan menyembunyikan kebenaran dari mata rakyat, sementara kita mengetahui apa yang sedang kita perbuat.
Penjelasan atas pasal 33 itu, antara lain, menyatakan "kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang". Kata-kata "bukan kemakmuran orang-seorang" itu ditulis dengan huruf tebal. Juga diuraikan dalam penjelasan UUD 1945 itu bahwa negara harus menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menentukan hidup orang banyak. "Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya."
Karena itu ketika saya membaca berita di koran bahwa ladang emas di Busang, Kalimantan Timur, oleh pemerintah diserahkan kepada dua perusahaan Kanada dengan penguasaan saham sebesar 90 persen, perasaan keadilan saya benar-benar memberontak. Pemerintah Indonesia sendiri merasa cukup dengan 10 persen pemilikan saham. Sejak kapan konstitusi kita menyuruh kita mempersilakan pihak asing untuk mengeruk kekayaan bangsa dengan menyisakan sepersepuluh hasil buat kita sendiri? Di pasal apa dan ayat mana kita diamanati konstitusi untuk berbuat seperti itu?
Bila kita belum punya modal dan keahlian untuk menambang emas, perak, tembaga, nikel, baja, timah, dan seterusnya, mengapa tidak kita biarkan dulu kekayaan kita itu tetap tinggal di perut bumi dan di gunung-gunung Indonesia? Apa artinya sepersepuluh bagian untuk kita, sementara kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan juga sangat berat dengan biaya sosial (social cost) yang kelewat mahal?
Apa urgensi kita mendesak-desak dua perusahaan Kanada untuk segera menyelesaikan "sengketa" mereka dan supaya segera mereka dapat menguliti dan mengelupasi dalam-dalam kekayaan alam kita? Kekayaan yang semestinya untuk anak cucu kita di abad 21 nanti? Marilah kitarenungkan dalam-dalam masalah ini. Bukankah sikap kita yang aneh itu
bertentangan dengan amanat konstitusi kita? Dus, inkonstitusional dan bahkan antikonstitusional?
Bisakah kita mengambil pelajaran dari PT Freeport Indonesia di Irian Jaya? Perusahaan tambang Amerika ini sejak 1973 telah menambang emas, perak, dan tembaga di Irian Jaya. Sekarang ini setiap hari, secara harfiah setiap hari, 125.000 ton bijih tambang diruntuhkan dari gunung-gunung di Pegunungan Jaya Wijaya. Dari jumlah bijih tambang sekian itu, diperoleh konsentrat sekitar 6.000 ton. Setiap ton konsentrat mengandung 300 kilogram tembaga, 60 gram perak, dan 30 gram emas.
Walhasil, selama seperempat abad, kekayaan bangsa yagn sudah digotong ke luar negeri kurang lebih 1.620 ton emas, 3.240 ton perak, dan 162 juta ton tembaga. Sekian ton emas itu, kalau dirupiahkan dengan harga sekarang, bernilai lebih dari Rp 400 triliun. Belum nilai perak dan tembaganya yang tentu lebih besar lagi. Tahun 1991, Freeport sudah mengantongi izin penambangan lagi untuk masa 30 tahun ditambah dua kali sepuluh tahun (dus, setengah abad) dengan wilayah eksploitasi
yang lebih luas lagi. Masya Allah!
Mau dibawa ke manakah Indonesia yang kita cintai bersama? Barang kali kita dapat mengambil satu sisi positif dari Orde Lama yang kita kutukitu. Seingat saya, dulu Bung Karno dan Chairul Saleh pernah mencoba mendorong keluarnya sebuah perundang-undangan yang cukup patriotik. Seingat saya, undang-undang itu menetapkan barang tambang menjadi milik negara. Bila kita terpaksa menggunakan pihak asing, pihak asing itu kita ikat dengan kontrak kerja. Pihak asing itu, sebagai kontraktor, memperoleh maksimal 15 persen dari hasil tambang kita.
Produk undang-undang di zaman Orde Lama itu agaknya lebih bagus buat kepentingan bangsa. Saya bermimpi semoga pemerintah kita hasil SU MPR 1998 nanti dapat meninjau kembali seluruh izin yang sekarang ini kita berikan kepada pihak asing untuk memompa keluar kekayaan bangsa secara amiensemena-mena. Mari kita laksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
* Resonansi ini terbit pada Kamis 9 Januari 1997 di Harian Republika. Redaksi sudah meminta izin Amien Rais untuk pemuatan ulangnya hari ini. Redaksi berpendapat isi resonansi ini, walaupun sudah berumur 20 tahun, masih amat relevan dan penting.


Red: Muhammad Subarkah

Moment Ketua Fraksi FPAN Mulfacri Harahap Diantara Para Aksi Demo 212 Jilid 2 Di DPR

Beginilah Seharusnya Para Wakil Rakyat Berada di antara Mereka ...sudah di buktikan oleh sdrku Mulfachri Harahap Ketua FPAN DPR RI
Photo by Ayang Adriansyah





Photo-Photo Aksi Bela Islam 212 Jilid 2 ke DPR

"Hanya Satu Non Aktifkan Ahok dan Penjarakan Ahok" Penista Agama













Selasa, Februari 21, 2017

Penolakan pihak Ahok terhadap Ahli Agama dari PP Muhammadiyah membuat kami Tersinggung

Ahok dan penasehat hukumnya menolak dan menyatakan keberatan atas kehadiran Prof.Dr.Yunahar Ilyas, Lc, MA sebagai ahli agama yang  dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang ke-12 siang tadi, Selasa 21 Februari 2017. Sebagai kader Muhammadiyah kami merasa tersinggung dengan cara mereka.
Mereka beralasan karena Buya Yunahar adalah Wakil Ketua Umum MUI Pusat, dimana MUI adalah pihak terkait yang mengeluarkan Pendapat Keagamaan atau fatwa soal ucapan Ahok yang dianggap menghina Al Qur'an dan Ulama.
Padahal Buya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sudah diBAP oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Beliau ditugaskan resmi oleh PP Muhammadiyah karena sesuai keahliannya. Beliau adalah Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tabligh yang urusannya kajian-kajian keislaman, fatwa dll. Prof. Yunahar juga guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di bidang tafsir. Beliau sudah menerbitkan banyak buku dan jurnal keislaman yang jadi rujukan di kampus dan masyarakat umum.
Jadi dari sisi bidang ilmu yang dimiliki dan jabatannya Prof. Yunahar sangat  layak dan kompeten sebagai ahli agama.
Alasan mereka bahwa pengurus MUI tidak bisa independen memberikan keterangan ahli juga tidak masuk akal. MUI dan juga Muhammadiyah jelas-jelas ormas Islam yang di dalamnya berhimpun para ulama yang ahli di bidang agama dengan berbagai cabang ilmunya. Kemana lagi penyidik dan Jaksa mencari saksi ahli agama kalau bukan ke ormas Islam atau Perguruan Tinggi Islam?
Namun kami sangat senang dan apresiasi terhadap pembelaan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa Prof. Yunahar sangat tepat dihadirkan sebagai ahli agama. Sehingga akhirnya majelis hakim menetapkan bahwa sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli Prof. Yunahar.
Sepanjang persidangan kami menyaksikan langsung di ruang sidang bahwa Prof.Yunahar sangat jelas dan mendalam keterangannya.
Dengan jelas beliau menyebut bahwa pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu mengandung unsur penistaan terhadap Ulama dan Al Qur'an. Kata "dibohongi" yang digunakam Ahok jelas sangat tidak tepat. Ahok berarti menyebut para ulama dan siapa saja Ummat Islam yang menyampaikan Surat Al Maidah 51 berbohong dan Al Maidah 51 alat kebohongan. Sekalipun tafsir kata "auliya" dalam ayat itu bisa berarti "teman setia, penolong dll". Tapi menyebut orang yang mengartikannya sebagai "pemimpin" berbohong itu jelas suatu penghinaan.
Kami menduga manuver yang dilakukan pihak Ahok bagian dari upaya menutupi kelemahan mereka untuk menanggapi keterangan yang dipaparkan secara sangat mendalam oleh ahli terkait ilmu tafsir dan tafsir alma'idah 51 yang jadi kasus Ahok .
Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta sidang sebelumnya, dimana pihak terdakwa selalu melontarkan pertanyaan diluar substansi permasalahan.
Sekali lagi kami sampaikan bahwa sebagai kader Muhammadiyah kami tersinggung dan sangat menyayangkan cara-cara yang dipakai pihak Ahok dalam persidangan yang terhormat itu. Mereka semestinya menjunjung tinggi etika dan menghormati para ulama. Jika mereka keberatan dengan materi kesaksian semestinya materi itu yang dibantah. Penasehat hukum Ahok kami lihat sudah kehilangan akal untuk melakukan pembelaan, sehingga mereka mencari-cari celah untuk bermanuver.
Terima kasih.
Semoga rekan-rekan media berkenan memberitakannya 
Pedri Kasman 081374250309
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah
Mashuri Masyhuda 081381111979
Komandan Kokam PP Pemuda Muhammadiyah
Ihsan Marsha 085319984531
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah
Penasehat hukum:
Agung Rachmat Hidayat, SH 08128086163

Jokowi Janji Berhentikan Ahok

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo,
menjanjikan akan menonaktifkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengeluarkan putusannya. Hal ini disampaikan saat bertemu dengan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah di Isnata Negara, Jakarta, Senin, 20 Februari 2017.
Seperti diketahui, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), sebelumnya menggugat pemerintah terkait putusan untuk mengaktifkan kembali Ahok terhitung pada 12 Februari 2017. Gugatan diajukan pada tanggal 13 Februari lalu, dengan nomor 36/G/2017/PTUN-Jkt.
"Karena Pak Jokowi tadi janji kalau PTUN bilang kalau Ahok harus diberhentikan, maka Pak Jokowi juga akan ikut, harus diberhentikan," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak setelah bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Negara, Jakarta.
Dahnil mengatakan, pertemuannya dengan Presiden memang sempat membicarakan masalah Ahok. Termasuk tuntutan agar Ahok diberhentikan sebagai Gubernur. Namun, kata Dahnil, Presiden membutuhkan landasan hukum yang kuat untuk menonaktifkan Ahok.
"Sehingga tentu kami Pemuda Muhammadiyah menunggu Pak Jokowi. Nanti kalau sudah keluar PTUN kita tagih sikap Beliau, apakah Beliau akan tetap konsisten dengan sikap itu," katanya.
Apabila PTUN menolak gugatan itu, Dahnil menilai itu adalah putusan hukum yang juga harus dihormati.  
"Tentu kami tidak ingin memaksakan kehendak, tentu kan ada alternatif hukum lainnya. Jadi silakan saja. Ini kan negara beradab, ya kita lakukan langkah hukum," katanya. (ase)

Rizieq Shihab Gandeng Yusril dan Mahfud MD Jadi Saksi 


VIVA.co.id – Tersangka kasus penistaan Pancasila dan pencemaran nama baik mantan Presiden Ir. Soekarno, Rizieq Shihab direncanakan menggandeng Yusril Ihza Mahendra dan Mahfud MD sebagai saksi meringankan.
Ketua Tim Kuasa Hukum Rizieq Shihab, Sugito Atmo Prawiro menjelaskan, dua nama itu akan diajukan kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar. 
“Kami akan mengajukan dua saksi itu, tapi nanti kami akan komunikasikan kapan mereka bisa dihadirkan ke Polda Jabar. Itu kan harus menyesuaikan waktunya antara saksi ahli dan penyidiknya,” ujar Sugito saat dihubungi, Senin 20 Februari 2017.
Pihaknya berharap, Yusril dan Mahfud bersedia hadir pekan depan. “Tergantung kebutuhan dan penyidik memberikan kesempatan kepada kami untuk menghadirkan. Mungkin minggu depan akan kami upayakan,” kata Sugito.
Menurutnya, dua ahli hukum ini diyakini memahami substansi perkara yang disangkakan penyidik. Misalnya, kata Sugito, apakah usulan Bung Karno soal Pancasila sudah menjadi dasar negara atau belum. 
“Usulan itu kan pemikiran, apakah bisa dianggap penodaan juga terhadap dasar negara. Ini yang perlu didiskusikan juga. Karena yang saya pahami bahwa usulan itu belum menjadi dasar negara,” katanya.
Sugito meyakini, dua saksi ahli tersebut mampu menangkal dua pasal yang disangkakan penyidik yaitu 154 a dan pasal 320 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Tudingan melakukan penghinaan terhadap dasar Negara itu tidak benar. Sebab kalau Pancasila jadi dasar negara itu yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Kalau usulan kan sebatas ide saja,” ujarnya. 
Sebelumnya, Rizieq dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri, putri Sukarno, kepada Mabes Polri dengan tuduhan penghinaan kepada Pancasila. Mabes Polri lalu melimpahkan kasus itu kepada Polda Jabar pada November 2016.
Dasar pelaporan adalah video yang menayangkan ceramah Habib Rizieq di hadapan anggota FPI di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, pada 2011. 
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 30 Januari 2017. Status tersangka setelah gelar perkara dengan pemeriksaan 18 saksi. Perbuatan Rizieq dianggap memenuhi Pasal 154 A tentang Penodaan pada Lambang Negara dan Pasal 320 tentang Pencemaran Nama Baik pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (mus)

Senin, Februari 20, 2017

Pidato Bung Karno 1Juni 1945

PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945

Sejarah Lahirnya Pancasila

PENGANTAR : Membaca kembali pidato Bung Karno (Sukarno) pada 1 Juni 1945 di depan BPUPKI (yang kemudian dikenal sebagai kelahiran dasar negara Republik Indonesia, Pancasila), sungguh kita seolah mendapatkan kuliah mengenai kebangsaan dan kenegaraan secara paripurna.

Pidato Sukarno ini, secara konseptual, tetap aktual dan aktual, justru di tengah degradasri bangsa yang terasa makin formalis, sektarian, pragmatis, dan fragmentaris.

Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan Ketua BPUPKI, Dr. KRT Radjiman Wedyo diningrat, “Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa?”

Hampir separuh anggota badan tersebut menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka.

Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai.

Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrokusumo, Abdulkahar Muzakir, HA Salim, Achmad Soebardjo dan Muhammad Yamin) yang bertugas “merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkn Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.”

Demikianlah, lewat proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya Pancasila penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 (yang oleh rezim Orde Baru Soeharto, dibakukan sebagai hari lahir Pancasila untuk mereduksi peranan Sukanro sebagai penggali Pancasila, lihat buku "Pancasila Bung Karno", Paksi Bhinneka Tunggal Ika, 2005).

Inilah pidato yang bersejarah itu… | Sunardian

Paduka Tuan Ketua Yang Mulia!
Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.

Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan di dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah – dalam bahasa Belanda – Philosofische grondslag (dasar filosofi-Ed.) dari Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka Tuan Ketua yang mulia. Tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada Tuan-Tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.

“Merdeka” buat saya adalah political independence, politieke onafhankelijkheid (kemerdekaan politik, dalam bahasa Inggris dan Belanda-Ed.). Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang – saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini – zwaarwichtig (seolah-olah amat berat, dalam bahasa Belanda-Ed.) akan perkara-perkara kecil. Zwaarwichtig sampai – kata orang Jawa – jelimet (dengan teliti, rinci dan lengkap, dalam bahasa Jawa-Ed.). Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.

Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.

Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!

Alangkah bedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai sampai jelimet, maka saya bertanya kepada Tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80 persen dari rakyatnya terdiri dari kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti akan hal ini atau itu.

Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata, bahwa tatkalah Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka!

Lihatlah pula – jikalau Tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat – Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet, adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia adal rakyat Musyik (golongan yang percaya adanya Tuhan, tetapi tak menganut suatu agama-Ed.) yang lebih dari 80 persen tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, Tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan Negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan!

Maaf, Paduka Tuan Zimukyokutyoo (Kepala Kantor Tata Usaha untuk Lembaga Tinggi, dalam bahasa Jepang, yang berada di bawah pemerintah militer Jepang untuk mengurus persiapan sidang-sidang BPUPKI-Ed.)! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca Tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuany! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, Tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka… sampai di lubang kubur!

(Tepuk tangan riuh)

Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 1933 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama Mencapai Indonesia Merdeka. Maka di dalam risalah tahun 1933 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhkelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.

Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam – in one night only – kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia Merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riyadh dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan Ibn Saud, maka di seberang jembatan – artinya kemudian dari pada itu – Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade (suku yang berpindah-pindah tempat, atau pengembara, dalam bahasa Belanda-Ed.), yaitu orang Badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah lagi oleh Ibn Saud menjadi kaum tani – semuanya di seberang jembatan.

Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet-Rusia Merdeka telah mempunyai Dneprprostoff, dam yang maha besar di sungai Dnepr? Apa ia telah mempunyiai radio-station, yang menyundul ke angkasa? Apa ia tel mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet-Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis? Tidak, Tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan creche (tempat penitipan bayi dan anak-anak pada waktu orangtua bekerja-Ed.), baru mengadakan Dneprprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada Tuan-tuan sekalian, janganlah Tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya Tuan-tuan punya semangat – jikalau Tuan-tuan demikian – dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasra Indonesia Merdeka sekarang!

(Tepuk tangan-riuh)

Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahal semoboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang!

(Tepuk tangan-riuh)

Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar!

Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon (Kekaisaran Jepang Raya-Ed.) untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseik-kan (Kepala Pemerintahan Militer Tentara Pendudukan Jepang-Ed.) diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo (Kepala Departemen Urusan Umum-Ed.) diganti dengan orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo (Kepala Departemen-Ed.) diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid – in one night, di dalam satu malam!

Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milsiyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon, sekarang menyerahkan urusan negara kepada Saudara-saudara, apakah Saudara-saudara akan menolak, serta berkata: mangke rumiyin – tunggu dulu – minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Merdeka?

(Seruan: Tidak! Tidak!)

Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka!

(Tepuk tangan menggemparkan)

Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbedaan antara Sovyet-Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain, tentang isinya. Tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis (tuntutan minimum, dalam bahasa Belanda-Ed.). Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, Saudara-saudara, semua siap sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka.

(Tepuk tangan riuh)

Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, Saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata: Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji 500 gulden. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul (memantul, dalam bahasa Jawa-Ed.), sudah mempunyai meja-kursi yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu kaset, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet (pakaian untuk anak-anak, dalam bahasa Belanda-Ed.), barulah saya berani kawin.

Ada orang lain yang berkata: Saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat – yaitu meja mkan, lantas satu zitje (tempat duduk untuk bersantai, dalam bahasa Belanda-Ed.) – lantas satu tempat tidur.

Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu Saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengans satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk (jurutulis, dalam bahasa Belanda-Ed.) dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: Kawin.

Sang Ndoro (atau Bandoro, berarti majikan atau tuan, dalam bahasa Jawa-Ed.) yang mempunyai rumah gedung, electrische-kookplaat (alat masak listrik, dalam bahasa Belanda-Ed.), tempat tidur, uang bertimbun-timbun: Kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig (berbahagia, dalam bahasa Belanda-Ed.), belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, Saudara-saudara!

(Tepuk tangan dan tertawa)

Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver (peralatan makan dari perak, dalam bahasa Belanda-Ed.) satu kaset plus kinder-uitzet – buat 3 tahun lamanya!

(Tertawa)

Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: Kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, Saudara-saudara sekalian, Paduka Tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian Paduka Tuan Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: Kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence… saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia Merdeka!

(Tepuk tangan riuh)

Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu per satu. Di dalam Sovyet-Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet-Rusia satu per satu.

Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata, kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem (penyakit busung lapar, dalam bahasa Belanda-Ed.), banyak ini banyak itu. “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”

Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyatukan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan – jembatan emas – inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.

Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya international recht – hukum internasional – menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko (macam-macam, dalam bahasa Jawa-Ed.), yang jelimet. Tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk international recht. Cukup, Saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahnya, kemudian diakui oleh salah satu negara lain yang merdeka, itulah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak peduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak peduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya – sudahlah ia merdeka.

Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka apa tidak? Mau merdeka apa tidak?

(Jawab hadirin: Mau!)

Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal “merdeka”, maka sekarang saya bicarakan tentang hal “dasar”.

Paduka Tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang Paduka Tuan Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta philosofische grondslag, atau – jikalau kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk – Paduka Tuan Ketua yang mulia meminta suatu Weltanschauung (pandangan hidup, dalam bahasa Jerman-Ed.), di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.

Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak di antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu Weltanschauung. Hitler mendirikan Jermania di atas national sozialistische Weltanschauung – filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Sovyet di atas satu Weltanschauung, yaitu Marxistische, Historisch-Materialistische Weltanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon di atas satu Weltanschauung, yaitu yang dinamakan Tenno Koodoo Seishin. Di atas Tenno Koodoo Seishin inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas suatu Weltanschauung – bahkan di atas satu dasar agama – yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh Paduka Ketua yang mulia: Apakah Weltanschauung kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka?

Tuan-tuan sekalian, Weltanschauung ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam Weltanschauung, bekerja mati-matian untuk me-realiteit-kan Weltanschauung mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan. Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed, “Sovyet-Rusia didirikan dalam 10 hari oleh Lenin cs.” – Reed di dalam kitabnya Ten days that shook the world, Sepuluh hari yang menggoncangkan dunia… walaupun Lenin mendirikan Rusia dalam 10 hari, tetapi Weltanschauung-nya telah tersedia berpuluh-puluh tahun. Terlebih dulu telah tersedia Weltanschauung-nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu di atas Weltanschauung yang sudah ada. Dari 1895 Weltanschauung itu telah disusun. Bahkan dalam revolusi 1905, Weltanschauung itu “dicobakan”, di-generale-repetitie-kan.

Lenin di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri generale-repetitie dari revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum tahun 1917, Weltanschauung itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudan, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed… hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruh kekuasaan itu di atas Weltanschauung yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian?

Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di atas National-sozialistische Weltanschauung.

Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya Weltanschauung itu? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Naziisme ini – Weltanschauung ini – dapat menjelma dengan dia punya Munchener Putsch, tetapi gagal. Di dalam 1933 barulah datang saatnya beliau dapat merebut kekuasaan dan negara diletakkan oleh beliau di atas dasar Weltanschauung yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu.

Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka Tuan Ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschauung kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka di atasnya? Apakah nasional-sosialisme? Apakah historisch-materialisme? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh Doktor Sun Yat Sen?

Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi Weltanschauung-nya telah dalam tahun 1885 – kalau saya tidak salah – dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku The Three People’s Principles, San Min Chu I – Mintsu, Minchuan, Min Sheng: Nasionalisme, demokrasi, sosialisme – telah digambarkan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas Weltanschauung San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun. 

Kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka di atas Weltanschauung apa? Nasional-sosialisme-kah? Marxisme-kah? San Min Chu I-kah, atau Weltanschauung apakah?

Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan – macam-macam – tetapi alangkah benarnya perkataan dr. Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadi-Koesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan paham. Kita bersama-sama mencarai persatuan philosofische grondslag, mencari satu Weltanschauung yang kita semua setuju. Saya katakan lagi “setuju”! Yang Saudara yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar setujui, yang Saudara Sanoesi setujui, yang Saudara Abikoesno setujui, yang Saudara Liem Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu?

Pertama-tama, Saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?

Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik Saudara-saudara yang bernama kaum Kebangsaan yang di sini, maupun Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah yang kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918… ialah: Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan.

Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia.

Saya minta, Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Saudara-saudara Islam lain, maafkanlah saya memakai perkataan “kebangsaan” ini! Saya pun orang Islam. Tetapi saya minta kepada Saudara-saudara, janganlah Saudara-saudara salah paham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat (negara nasional, dalam bahasa Belanda-Ed.), seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka Tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak Tuan pun adalah orang Indonesia, nenek moyang Tuan pun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.

Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempo sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa?

Menurut Renan (Ernest Renan, pemikir orientalis Perancis-Ed.), syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu.

Ernest Renan menyebut syarat bangsa: le desir d’etre ensemble, yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.

Kalau kita lihat definisi orang lain – yaitu definisi Otto Bauer (pemikir dan teoritikus Partai Sosial Demokrat Austria-Ed.) – di dalam bukunya, Die Nationalitatenfrage, di situ ditanyakan: Was ist eine Nation? Dan dijawabnya ialah: Eine Nation ist eine aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft (bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib-Ed.). Inilah menurut Otto Bauer satu natie.

Tetapi kemarin pun, tatkala – kalau tidak salah – Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr.Yamin berkata: Verouderd! Sudah tua! Memang Tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah verouderd, sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Ernest Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan geo-politik.

Kemarin – kalau tidak salah – Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau Tuan Moenandar, mengatakan tentang “persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, Tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!

Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan Gemeinschaft-nya (persamaan atau persatuannya, dalam bahasa Jerman-Ed.) dan perasaan orangnya, l’ame et le desir (jiwa dan kehendaknya, dalam bahasa Perancis-Ed.) Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana “kesatuan-kesatuan” di situ. Seorang anak kecil pun – jikalau ia melihat peta dunia – ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar, Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan. Demikan pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir timur Benua Asia sebagai golfbreker atau penghadang gelombang lautan Pasifik, adalah satu kesatuan.

Anak kecil pun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh Lautan Hindia yang luas dan Gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan.

Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh Allah SWT demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athena saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athena plus Macedonia plus daeraha Yunani yang lain-lain – segenap kepulauan Yunani – adalah satu kesatuan.

Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat – bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera – itulah tanah air kita!

Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat – antara rakyat dan buminya – maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup le desir d’etre ensemble, tidak cukup definisi Otto Bauer aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft itu.

Maaf, Saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau. Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 milyun.Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil dari satu kesatuan! Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya satu bahagian kecil dari satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun haya satu bagian kecil dari satu kesatuan.

Pendek kata, bangsa Indonesia – Natie Indonesia – bukanlah sekadar contoh satu golongan orang yang hidup dengan le desir d’etre ensemble di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik, yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian! Seluruhnya! Karena antara 70.000.000 ini sudah ada le desir d’etre ensemble, sudah terjadi Charaktergemeinschaft! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!

(Tepuk tangan hebat)

Ke sinilah kita semua harus menuju: Mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan di antara Tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan “golongan kebangsaan”. Ke sinilah kita harus menuju semuanya.

Saudara-saudara, jangan mengira, bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Bayern, bukan Saksen (kerajaan lama di Jerman, lebih dikenal sebagai Prusia, Bavaria dan Saxony-Ed.) adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermania-lah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italia-lah – yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di utara dibatasi oleh pengunungan Alpen – adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segitiga India-lah nanti harus menjadi nationale staat.

Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit. Di luar itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram – meskipun merdeka – bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten – meskipun merdeka – bukan suatu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanuddin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.

Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau Tua-tuan terima baik, marilah kita mengambil dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia.

Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat.

Maaf, Tuan Liem Koen Hian. Tuan tidak mau akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku Kaityoo (Wakil Ketua, maksudnya Soeroso-Ed.), Tuan menjawab: “Saya tidak mau akan kebangsaan.”

(Liem Koen Hian menanggapi: “Bukan begitu. Ada sambungannya lagi.”)

Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena Tuan Liem Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk paham kosmopolitanisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit kosmopolitanisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya menschheid – perikemanusiaan!

Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa ada kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah HBS di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya. Katanya: “Jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikit pun.” Itu terjadi pada tahun ‘17. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya, San Min Chu I atau The Three People’s Principles, saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh Baars itu. Dalam hati saya sejak itu, tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh The Three People’s Principles itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat, sehormat-hormatnya, merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen – sampai masuk ke lobang kubur.

(Anggota-anggota Tionghoa bertepuk tangan)

Saudara-saudara! Tetapi… tetapi… memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang-orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme (nasionalisme yang berlebihan, ekstrem-Ed.), sehingga berpaham “Indonesia uber Alles (Indonesia di atas semua bangsa-Ed.).” Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bagian kecil saja dari dunia! Ingatlah akan hal ini!

Gandhi berkata: “Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan. My nationalism is humanity.”

Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropa, yang mengatakan Deutschland uber Alles. Tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata biru – bangsa Arya – yang dianggapnya tertinggi di atas dunia, sedang bangsa lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas asas demikian, Tuan-Tuan. Jangan berkata, bahwa bangsa Indonesia-lah yang terbagus dan termulia, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.

Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.

Justru inilah prinsip yang kedua. Inilah philosofische princiep yang nomor dua, yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan internasionalisme. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitanisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya.

Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup di dalam taman sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini, Saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2 – yang pertama-tama saya usulkan kepada Tuan-tuan sekalian – adalah bergandengan erat satu sama lain.

Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.

Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, saya pun, adalah orang Islam – maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna – tetapi kalau Saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, Tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat. Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan.

Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula.

Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup di dalam jiwa rakyat, sehingga 60 persen, 70 persen, 80 persen, 90 persen utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan bukan hanya Islam yang hanya di atas bibir saja. Kita berkata, 90 persen daripada kita beragama Islam, tetapi lihatlah di dalam sidang ini berapa persen yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf beribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada Saudara-saudara sekalian – baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam – setujuilah prinsip nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan.

Dalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul, betul hidup, jikalau di dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candaradimuka, kalau tidak ada perjuangan paham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat!

Di dalam perwakilan rakyat Saudara-saudara Islam dan Saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter (huruf, dalam bahasa Inggris-Ed.) di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya, sebagian besar dari utusan-utusan yang masukn badan perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil, fair play! (permainan yang jujur, dalam bahasa Inggris-Ed.). Tidak ada negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahu wa ta’ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar daripadanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah Saudara-saudara prinsip nomor 3, yaitu prinspi permusyawaratan!

Prinsip nomor 4, sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Saya katakan tadi: Prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: Nationalism, Democracy, Sosialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, Saudara-saudara? Jangan Saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropa adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire demoratie. Tetapi tidakkah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela?

Di Amerika ada suatu Badan Perwakilan Rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan-badan perwakilan yang diadakan di sana itu, sekedar menurut resepnya Fransche Revolutie (Revolusi Perancis, dalam bahasa Belanda-Ed.). Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan demokrasi di sana itu hanyalah politieke demoratie saja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid – tidak ada keadilan sosial, tak ada economische democratie sama sekali.

Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures yang menggambarkan politieke demoratie. “Di dalam parlementaire demoratie,” kata Jean Jaures, “tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak politik yang sama, tiap-tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk dalam parlemen. Tetapi adakah sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat?”

Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi: “Wakil kaum buruh yang mempunyai hak politik itu, di dalam Parlemen dapat menjatuhkan minister (menteri, dalam bahasa Belanda dan Inggris-Ed.). Ia seperti raja. Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja – di dalam pabrik – sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar ke luar jalan raya, dibikin werloos (menganggur, dalam bahasa Belanda-Ed.), tidak dapat makan suatu apa.”

Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki?

Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan paham Ratu-Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan, kurang pakaian, menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik, Saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.

Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat, hendaknya bukan bada permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid (keadilan politik dan keadilan sosial, dalam bahasa Belanda-Ed.).

Kita akan bicrakan hal ini bersama-sama, Saudara-Saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan Kepala Negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarki. Apa sebab? Oleh karena monarki vooronderstelt erfe-lijkheid (pewarisan yang sudah diketahui terlebih dahulu, dalam bahasa Belanda-Ed.). Turun-temurun. Saya orang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu’minin, harus dipilih oleh rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagoes Hadikoesoemo misalnya, menjadi Kepala Negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, janganlah anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya – dengan otomatis – menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu, saya tidak mufakat kepada prinsip monarki itu.

Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme atau perikemanusiaan

3. Mufakat atau demokrasi

4. Kesejahteraan sosial.

Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.

(Tepuk tangan sebagian hadirin)

Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid (sifat dapat memahami pendapat yang lain, dalam bahasa Belanda-Ed.), tentang menghormati agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini – sesuai dengan itu – menyatakan: Bahwa prinsip kelima dari Negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau Saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!

Di sinilah, dalam pangkuan asas yang kelima inilah, Saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula!

Ingatlah prinsip ketiga – permufakatan, perwakilan – di situlah tempatnya ktai mempropagandakan ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam (tidak sabar, memaksa, dalam bahasa Belanda-Ed.), yaitu dengan cara yang berkebudayaan!

Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai pancaindera. Apa lagi yang lima bilangannya?

(Seorang yang hadir: “Pendawa Lima.”)

Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip – kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan – lima pula bilangannya.

Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman ahli bahasa — namanya ialah Pancasila. Sila artinya “asas” atau “dasar”, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.

(Tepuk tangan riuh)

Atau, barangkali ada Saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah “perasan” yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme – kebangsaan dan perikemanusiaan – saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan Sosio-nasionalisme.

Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische demoratie – yaitu politieke demoratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan – saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang dulu saya namakan Sosio-demokrasi.

Tinggal lagi Ketuhanan, yang menghormati satu sama lain.

Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja! Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?

Sebagai tadi telah saya katakan: Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indoesia buat Indoesia. Semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong!

(Tepuk tangan riuh-rendah)

“Gotong-royong” adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong-royong!

(Tepuk tangan riuh-rendah)

Prinsip gotong-royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, Saudara-saudara, yang saya usulkan kepada Saudara-saudara.

Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila? Isinya telah saya katakan kepada Saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada Saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu.

Tetapi jangan lupa, kita hidup di dalam masa peperangan, Saudarna-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia. Di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat-laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah SWT.

Berhubungan dengan itu – sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi – barangkali perlu diadakan noodmaat-regel (aturan darurat, dalam bahasa Belanda-Ed.), peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Pancasila. Sebagai dikatakan tadi, Saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita.

Entah Saudara-saudara memufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membangun nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam perikemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk Ketuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun. Tetapi, Saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah kepada Saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak ada satu Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan – menjadi realiteit – jika tidak dengan perjuangan!

Jangan pun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan oleh Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen!

De Mensch – manusia – harus perjuangkan itu. Zonder (tanpa, dalam bahasa Belanda-Ed.) perjuangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjuangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, Saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: Zonder perjuangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Jangan pun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Qur’an, zwart op wit (hitam di atas putih, dalam bahasa Belanda-Ed.), tertulis di atas kertas, tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjuangan manusia yang dinamakan umat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis di dalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma zonder perjuangan umat Kristen.

Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bansa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ketuhanan yang luas dan sempurna – janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan!

Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila.

Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu Saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko – tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekadkan mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad: Merdeka! “Merdeka atau mati!”

(Tepuk tangan riuh)

Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap verschrikkelijk zwaarwichtig (seolah-olah sangat berat, dalam bahasa Belanda-Ed.) itu.

Terima kasih!

(Tepuk tangan riuh-rendah dari segenap hadirin)