Jumat, 10/12/2010 15:40 WIB
Jakarta - Indonesia telah dipastikan tidak mengirim wakilnya untuk menghadiri penyerahan Nobel Perdamaian untuk aktivis China, Liu Xiaobo di Oslo, Norwegia. Kebijakan ini disesalkan sejumlah pihak termasuk Partai Amanat Nasional (PAN).
Ketua DPP PAN Bara Hasibuan berpendapat, Indonesia semestinya menghadiri acara-acara semacam ini. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, menghadiri penyerahan Nobel Perdamaian akan menunjukkan pengakuan terhadap gerakan demokrasi di China dan dunia.
"Tindakan Indonesia yang tidak mengirim wakilnya dalam upacara penyerahan Nobel Perdamaian itu sangat disesalkan dan tidak bisa diterima," ujar Bara Hasibuan dalam rilis kepada detikcom, Jumat (10/12/2010).
Bara mengatakan, selama ini, Indonesia telah melakukan banyak sekali kemajuan dalam proses demokratisasi. Pujian dari dunia internasional pun membanjiri pemerintah Indonesia. Bahkan, Indonesia disebut sebagai role model.
"Pertanyaannya kemudian, kenapa Indonesia bersedia masuk ke dalam suatu kelompok dengan negara-negara yang masih dipimpin oleh kekuasaan diktator yang telah memboikot acara penyerahan Nobel Perdamaian itu?" tanya Bara.
Ironisnya lagi, saat penyerahan Nobel Perdamaian digelar, Indonesia sedang mengadakan Bali Democracy Forum, suatu event yang bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai kemajuan demokratisasi yang juga strategis bagi kemajuan demokrasi di dunia.
"Kalau Indonesia berinisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan seperti itu seharusnya Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap demokrasi, tidak hanya di level retorika, tapi juga dengan berani bersikap membela prinsip-prinsip demokrasi ketika dibutuhkan," tegasnya.
Soal kemungkinan 'sanksi' dari China, kata Bara, kekhawatiran tersebut sangat tidak beralasan. Bagaimanapun, China tetap membutuhkan Indonesia sebagai tujuan investasi dan sumber energi untuk menunjang pembangunan ekonomi mereka.
Sikap Indonesia ini, akan menjadi preseden buruk mengingat Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara. "Seharusnya Indonesia lebih berani untuk mengambil sikap terutama dalam menghadapi China sebagai kekuatan Asia yang ingin melebarkan pengaruhnya, baik secara geopolitik maupun ekonomi di kawasan Asia Tenggara," kata Bara Hasibuan.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene mengatakan, ketidakhadiran Dubes RI di Norwegia Esti Andayani dalam acara penyerahan Nobel Perdamaian bagi aktivis HAM China, Liu Xiaobo, bukan karena desakan China. Menurut Michael, saat acara berlangsung, Dubes RI di Norwegia sedang dipanggil pulang untuk mengikuti Bali Democracy Forum yang digelar pada tanggal 9-10 Desember 2010. Acara rutin itu akan dihadiri oleh Presiden SBY dan sejumlah kepala negara dan menteri dari negara sahabat.