KADER PARTAI AMANAT NASIONAL UTAMA ANGKATAN KE IV 2004   

Rabu, November 03, 2010

Selisih Rp50 saja negara kehilangan Rp153 miliar dari potensi dana IPO Krakatau Steel


VIVAnews - Pengamat ekonomi Dradjad Wibowo menilai penetapan harga saham perdana PT Krakatau Steel sebesar Rp850 per unit terlalu murah di saat arus asing sedang ramai-ramainya masuk ke Indonesia.

"Harga Rp850 per saham itu bahasa Jawa-nya 'kebangeten'," ujar Dradjad dalam pesan singkatnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 26 Oktober 2010.

Menurut Dradjad, harga saham perdana Krakatau Steel seharusnya bisa lebih tinggi, karena saat ini arus capital inflow cukup deras ke negara sedang berkembang.

Bahkan, Dradjad mengaku heran dengan penetapan harga saham Krakatau Steel tersebut. Sebab saham yang sebetulnya kurang bagus pun masih dikejar investor asing. 

"Saham-saham yang lebih jelek dari Krakatau Steel di bursa juga ditubruk investor," ujarnya.

Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu menilai penetapan harga saham Krakatau sulit diterima akal sehat. Dia mempertanyakan hasil roadshow direksi Krakatau, penjamin pelaksana emisi, dan agen penjualan asing yang hanya memperoleh harga saham perdana sebesar Rp850 per unit. 

"Dengan batas bawah Rp800 per saham, harga Rp850 itu cuma pantes-pantesan saja," ujar dia.

Idealnya, harga saham Krakatau Steel dilepas pemerintah sebesar Rp1.000 per unit. Harga itu bisa dicapai jika negosiator yang menawarkan saham Krakatau Steel cukup kapabel.

"Selisih Rp50 saja negara kehilangan Rp153 miliar dari potensi dana IPO Krakatau Steel," kata Dradjad.

Dia khawatir jika harga saham perdana produsen baja milik negara itu  dipasang pada level rendah, akan banyak pihak yang bisa mencari untung cepat dari potensi kenaikan harga sahamnya.

Bahkan, jika diperlukan Presiden sebaiknya memerintahkan penyelidikan terhadap pelaksanaan roadshow dan hasil yang diperoleh. Dradjad pun mengusulkan agar pelaksanaan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) ditunda dulu.

"Jika tidak ditunda, sebaiknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) masuk. Ini seperti mengulangi kasus Indosat," kata dia. (hs)