KADER PARTAI AMANAT NASIONAL UTAMA ANGKATAN KE IV 2004   

Senin, November 22, 2010

Kembalikan LAPAS/RUTAN dibawah Menkumham



Lion air, di ketinggian 31 ribu kaki di Atas Sulawesi,20 November 201021.35 wita.
oleh Sahrin Hamid pada 22 November 2010 jam 0:25
Kejadian kaburnya Gayus akhirnya membuka borok lapas/rutan bahwa keluar masuk rutan/lapas bagi tahanan ataupun narapidana adalah Hal yang mudah, sepanjang ada koneksi atau ada uang untuk membeli para sipir atau penjaga rutan/lapas.

Bahwa selain moralitas dan indisiplernya para penjaga rutan/sipir lapas. Bahwa ada problem lain yang berkaitan dengan penanganan tahanan dan narapidana yang selama ini diskriminatif dan tidak dalam suatu sistim yang terintegrasi. Karna yang tejadi adalah masing-masing instansi penegak hukum tersebut dari kepolisian, jaksa dan pengadilan memiliki rumah tahanan sendiri yang langsung dibawa institusi tersebut. Sehingga dari penjaga sampai dengan atasan langsung baik teknis ataupun pengambil kebijakan di bawah institusi bersangkutan. Hal ini, menjadikan rutan/lapas tidak memiliki standar yang sama antara satu rutan dengan rutan lainnya. Sebagai contoh rutan di Mabes Polri, berbeda dengan rutan di Polda Metro Jaya dan di Mako brimob Kelapa Dua. Begitu pula dengan salemba dan tempat-tempat lainnya. Sehingga yang terjadi secara tidak tertulis, jika tahanannya adalah para petinggi, maka akan ditempatkan di mako brimob dan jika tidak, mungkin di tempat2 yang disesuaikan dengan pangkat dan bisa jadi tarif. Dengan demikian tidak Ada kategorisasi yang jelas juga kriteria yang terukur tentang penempatan tahanan pada rutan tertentu. Yang terjadi adalah pertimbangan subyektif yang tanpa standarisasi.

Kenyataan ini, harus dijawab dengan melakukan penataan rumah tahanan, juga lembaga pemasyarakatan secara komprehensif dan koordinatif yang didasari sebuah aturan hukum yang jelas.

Sebenarnya masing-masing institusi penegak hukum telah memiliki tupoksi yang jelas, mengenai tugas pokok dan fungsi, sehingga konsentrasi instansi juga penanggungjawab menjadi jelas. Sehingga ketika terjadi sesuatu berkaitan dengan itu, maka menjadi jelas bahwa hal tersebut berada dalam ruanglingkup tupoksi intansi bersangkutan.

Melihat dari criminal Justice Sistym, telah terjadi pembagian wilayah penanganan perkara secara jelas, dari instansi yang melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan sampai dengan pembinaan jika telah dijatuhi hukuman. Polisi, adalah instansi yang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran/kejahatan sampai dengan memenuhi unsur-unsur yang menyatakan adanya perbuatan pidana sehingga patut untuk dinyatakan dilanjutkan proses penyidikan dengan adanya tersangka dan bukti permulaan yang cukup, selanjutnya dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan pemberkasan dakwaan sampai dengan dinyatakan lengkap (P.21) yang kemudian dilimpahkan ke Pengadilan untuk mengalami proses peradilan. Yang menghadirkan terdakwa yang didampingi oleh Penasehat Hukum/Advokat dan Jaksa sebagai Penuntut Umum yang bertugas membuktikan bahwa saudara terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana. Demikian sebaliknya penasehat hukum melakukan pembelaan bagi kepentingan hukum terdakwa. Dan pada akhirnya Majelis Hakim yang mulia yang akan memutuskan Demi Keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nah, yang menjadi persoalan adalah proses tersebut dalam rangka pemeriksaan, kadangkala dilakukan penahanan terhadap tersangka ataupun terdakwa. Yang menjadi pertanyaan adalah tanggungjawab intansi manakah? Di sinilah yang menjadi point krusial yang mesti menjadi jelas perangkat aturan yang mengatur hal tersebut.

Melihat UU lapas, bahwa rumah tahanan Dan lembaga pemayarakatan adalah menjadi tanggungjawab ditjen  pemasyarakatan, maka sejatinya seluruh Rumah Tahanan dan juga Lapas haruslah di  bawah kendali Dirjen Pemasyarakatan dan bertanggungjawab kepada Mentri Hukum dan Ham. Dengan demikian, maka status tahanan adalah titipan dari instansi yang sedang melakukan tahapan pemeriksaan. Namun, tanggungjawab dan aturan tunduk pada peraturan rutan/lapas sesuai dengan UU pemasyarakatan. Sehingga jika terjadi sesuatu yang berkaitan dengan kondisi rutan/lapas maka menjadi tanggungjawab kementrian Hukum. Sehingga aturan, standarisasi mesti dilakukan oleh kementrian hukum, juga maksimalisasi moralitas, disiplin para sipir/petugas rutan menjadi tanggungjawab kementrian hukum/ham Dan secara teknis di bawah dirjen pemayarakatan. Dengan demikian tidak adalagi tahanan-tahanan di polisi, jaksa atau di pengadilan yang ada adalah rumah tahanan negara dibawah pengaturan Dan pengawasan dirjen pemasyarakatan Dan kementrian hukum dan ham. Sehingga ketika terjadi keluar masuk tahanan secara ilegal. Maka tidak bisa lagi Menteri mengatakan: " itu bukan tanggungjawab kami".