22 November jam 0:51
oleh Sahrin Hamid pada 21 November 2010 jam 23:44
Sumiati, menjadi berita miris yang hari-hari ini mewarnai media di tanah air. Sumiati hanya salah satu, dari sekian banyak yang mungkin tidak terekspos yang pernah terjadi ataupun hari-hari ini sedang mengalami siksaan majikan yang memperlakukan anak bangsa bak budak di jaman firaun.
Sumiati, menghentakkan ruang nurani kita, sebagai manusia, sebagai bangsa yang merdeka. Mestinya ini tidak bisa terjadi lagi di abad 21 ini, era demokrasi, era penghargaan terhadap hak asasi manusia. HAM.
Sumiati adalah simbol, juga wajah Indonesia di mata Internasional. Kenapa tidak? Sumiati adalah duta bangsa, warga Indonesia yang kerja dengan cara tidak layak dengan mengharap sedikit upah yang juga mungkin tidak layak di negeri orang itu. Sumiati-sumiati tersebar begitu banyak bahkan jutaan orang baik di Timur Tengah, Malaysia atau di tempat lainnya.
Sumiati seakan menjadi gambaran, bahwa memang di negerinya. Republik Indonesia tidak ada pekerjaan yang tersedia, bahwa di negerinya kalaupun ada pekerjaan, pasti dengan upah yang tidak layak, bahwa di negerinya, manusi-manusia seperti Sumiati tidak ada tempat untuk menjadi prioritas. Bahwa di negerinya anggaran negara yang lebih dari 1000 triliun pertahun itu, juga tidak mampu menyerap tenaga kerja seperti Sumiati. Sehingga dianggap wajar jika Sumiati harus berjuang tersiksa menghadapi majikan-majikan bengis.
Fakta, Sumiati ini, mestinya sudah sangat cukup bagi Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas baik diplomatis maupun langkah hukum. Karna negara wajib memelihara dan melindungi tumpah darahnya juga anak bangsanya. Tidak perlu kita bicarakan kebanggaan bangsa. Cukup dengan menunjukan bahwa negara ini melindungi segenap warganya. Sehingga tidak semena-mena bangsa lain memperlakukan anak bangsa ini bak budak di jaman modern.
Untuk itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai mandataris pelaksana eksekutif dari UUD adalah menyelamatkan Sumati, untuk mendapatkan pengobatan yang super dan serta merta menyatakan membawa masalah ini menjadi masalah negara dan melakukan upaya hukum melalui pengadilan yang dapat menjamin keadilan bagi kemanusiaan. Selanjutnya, melakukan langkah diplomasi sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan menjaga harkat dan martabat bangsa, dengan ini menyatakan pengiriman Tenaga Kerja Wanita sektor informal atau yang selama ini dipekerjakan sebagai Pembantu Rumah Tangga dinyatakan dihentikan. Termasuk di dalamnya pengiriman TKI di Timur tengah dan Malaysia.
Upaya ini harus dilakukan, sehingga timbul keberanian bagi anak bangsa, bahwa jika terjadi tindakan anti ham, maka sebagai warga negara merasa percaya diri, bahwa Pemerintahnya ada di belakangnya akan membela Dan melindungi warganya. Tindakan ini, masih lebih berharga Dan menumbuhkan kepercayaan diri Dan keberanian dibandingkan dengan membagi-bagi hape bagi TKI. Taruhlah TKI kita khusunya di Malaysia Dan Timur Tengah sebanyak 5 juta org, jika harga hp termurah 200 ribu saja, maka Dana yg dibutuhkan bisa sampai 1 triliun. Dan belum tentu majikannya memperbolehkannya menggunakan hape, kalaupun boleh masih dibutuhkan stok keberanian untuk melaporkan keadaan yang tejadi. Mungkin masih lebih bermanfaat anggaran tersebut digunakan u/ membuka lapangan kerja yang dapat menahan laju keinginan warga u/ bekerja di luar negeri.
Dengan upaya hukum yang serius Dan langkah diplomatis nyata yang menghentikan penghentian pengiriman TKI, maka upaya selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan tenaga terampil sehingga mampu mengisi sektor-sektor kerja formal yang mengandalkan skil. Pemerintah mestinya memiliki rencana-rencana terukur yang mampu mengidentifikasi angka kemiskinan, pengangguran, tenaga produktif yang terampil atau tidak terampil. Sehingga capaian-capaian dalam menanggulangi kemiskinan pengangguran dapat terlihat secara nyata Dan terasa secara konkrit oleh masyarakat.
Sehinga, pembagian tanggungjawab antar sektor dalam pemerintahan menjadi jelas Dan terukur juga tanggungjawab pemerintah daerah yang langsung berhadapan langsung dengan masyarakat juga menjadi jelas Dan terukur. Upaya ini, mungkin berjalan lambat. Namun, 1 (satu) periode pemerintahan jika dibangun skenario penanganan secara menyeluruh dan detail yang melibatkan stakeholder serius (bukan mafia proyek), maka upaya ini akan terasa melalui angka-angka turunnya kemiskinan, pengangguran Dan termanfaatkannnya angka penyerapan tenaga kerja, yang berimplikasi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Jika yang terjadi adalah seremoni-seremoni respon politik yang kompromistis Dan merugikan kepentingan anak bangsa sendiri, maka sama saja dengan mengisi amunisi bagi majikan-majikan asing u/ menyiksa saudara sebangsa-setanah air kita.
Dan negara-negara yg selama ini mempekerjakan TKW juga harus merasakan bagaimana rasanya tanpa ada pembantu yg membantu di rumah, sehingga harus bekerja extra, sehingga dapat lebih menghaegai kemanusiaan.
Maka, harus kita serukan kepada Presiden selaku Kepala Negara Dan Kepala Pemerintahan, segera nyatakan:
1. Obati Sumiati sampai tuntas
2. Bawa masalah ini ke meja HUKUM
3. Stop Pengiriman PRT/TKI informal
4. Buka lapangan kerja dalam negeri
5. Terampilkan tenaga produktif.
Jika tidak, maka mungkin iya, kita adalah bangsa budak yang lepas Dari penjajah luar negeri Dan masuk dalam penjajahan oleh negaranya sendiri.
Lion air, di Udara Dari Jakarta ke Palu
20 November 2010
19.50 wib