Updated: 24/12/2011
JAKARTA-Massa yang menamakan dirinya Front Reformasi Anti
Tambang (FRAT) menduduki dan melarang aktivitas jembatan penyeberangan Ferry
Sape, Bima, selama empat hari. Hal tersebut membuat pihak kepolisian terpaksa
melakukan aksi pembubaran.
Berikut kronologi kejadian versi Polri.
"Adanya kegiatan unjuk rasa (giat unras) massa berupa menduduki
dan melarang aktifitas Jembatan Penyeberangan Ferry Sape sejak tanggal 20
Desember 2011 oleh massa yang menamakan kelompok Front Reformasi Anti Tambang,"
kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Usman Saud, dalam pesan singkatnya kepada
okezone, Sabtu (24/12/2011).
Tuntutan massa, lanjutnya, agar Surat Keputusan (SK) Bupati
Bima Nomor 188 tahun 2010, yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber
Mineral Nusantara dicabut.
"Kedua agar tersangka atas nama AS yang sudah diserahkan ke
jaksa penuntut umum supaya dilepaskan. (Terkait provokator pembakaran Kantor
Camat Lumbu tanggal 10 Maret 2011)," demikian tulis Usman dalam pesan
singkatnya.
Jendral bintang dua ini menambahkan, bahwa bupati dan kapolda
sudah melaksanakan negosiasi secara berulang-ulang, tapi massa tidak bergeming
sepanjang kedua tuntutannya tidak terpenuhi.
"Dalam rangka pelaksanaan Operasi Lilin 2011 dan juga
terganggunya aktifitas masyarakat sebagai akibat dari jembatan penyeberangan
tidak bisa digunakan, sehingga terjadi keresahan masyarakat. Kemudian dilakukan
tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan penyeberangan ferry dari
pendudukan massa," ucapnya.
Sabtu tanggal 24 Desember 2011 jam 08.00 Wita, dilakukan
tindakan penegakan hukum terhadap massa yang bertahan di Jembatan Penyeberangan
Ferry Sape dipimpin kapolda NTB, kemudian dilakukan penangkapan terhadap
provokator dan masyarakat yang masih bertahan, diangkut keseluruhan ke Polres
Bima untuk diambil keterangannya.
"Sejak Sabtu tanggal 24 Desember 2011, aktifitas di Pelabuhan
Penyeberangan Sape berjalan dengan normal kembali," pungkasnya.(kyw)