KADER PARTAI AMANAT NASIONAL UTAMA ANGKATAN KE IV 2004   

Jumat, Desember 10, 2010

Dinilai Merugikan, Kemenhut Kaji Ulang Keberadaan Greenpeace

Jumat, 10/12/2010 02:16 WIB
Jakarta - Kementerian Kehutanan akan mengkaji kembali tentang keberadaan lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing di bidang lingkungan hidup, yaitu Greenpeace di Indonesia. Alasannya, Greenpeace dalam kampanye kerusakan hutan di Indonesia dinilai sering menggunakan data palsu.

"Kalau memang ada hutan yang rusak, seharusnya Greenpeace memberikan masukan yang valid dan kita perbaiki sama-sama. Terpenting lagi, harus didasarkan pada kepentingan nasional. Jika berani menjelek-jelekkan Indonesia berarti Greenpeace membela kepentingan lain. Itu yang patut dipertanyakan," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kepada wartawan.

Hal itu dia katakan usai Seminar Nasional bertema Quo Vadis Hutan Indonesia ? Pembangunan Perubahan Iklim yang diselenggarakan Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HAIPB), di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (9/12/2010).

Zulkifli juga mengakui, seringnya Greenpeace berseberangan pendapat dengan pemerintah. Misalnya, untuk memperbaiki kerusakan hutan di Indonesia tidak bisa dikerjakan dalam waktu sehari. Karenanya, dunia internasional juga harus memiliki peran aktif dalam memelihara lingkungan.

"Kita jangan juga dianggap hanya satpam saja. Negara maju juga harus ikut sertamemelihara kelestarian hutan. Kita juga harus bisa membangun dan mengembangkan wilayah kita. Negara asing juga harus ada kontribusi, jangan hanya Indonesia," pintanya.

Sementara di tempat yang sama HS Dilon dari Partnership dan anggota Komisi IVDPR Viva Yoga menyatakan kekecewaan terhadap Greenpeace yang dinilai melemahkan dan merugikan kepentingan Indonesia. Dilon misalnya mempertanyakan motif keberadaan Greenpeace, bahkan diduga hanya digunakan kepentingan perusahaanasing untuk melemahkan perekonomian di Indonesia.

Dilon menilai, isu lingkungan yang diusung Greenpeace tidak ada ubahnya dengan isu kesehatan yang pernah menimpa Indonesia puluhan tahun lalu. "Sekarang mungkin mereka lebih memilih lingkungan guna melemahkan perekonomian nasional. Greenpeace selalu menyamaratakan segala sesuatu. Karena ada pejabat yang tidak baik, mereka pikir akademisi Indonesia juga demikian. Padahal, anggapan itu jelas keliru," ungkapnya.

Sedangkan, anggota Komisi IV DPR Viva Yoga meragukan independensi Greenpeace dengan penolakan untuk melakukan klarifikasi. Bahkan, Greenpeace bisa saja menjadi bagian dari persaingan global, misalnya PT Freeport yang banyak melanggar ketentuan tapi tak pernah dikritisi LSM asing itu.

"Pesan saya, jangan sampai Greenpeace dijadikan sebagai interest group para pengusaha-pengusaha asing. Kalau ada oihak yang dirugikan bisa diselesaikan secara hukum. Greenpeace bisa dituntut secara perdata atau pidana," ujarnya.

Terkait kritikan tersebut, Political Forest Campaigner Greenpeace Yuyun Indradi mengakui akan kekurangan data pendukung yang digunakan dalam kampanye. Sebab, selain data yang dimilikinya hanya merupakan hasil investigasi, mereka juga tidak melakukan penelitian sampai ke areal konsesi.

"Kita lembaga kampanye, bukan lembaga penelitian. Data yang kita miliki merupakan hasil investigasi. Kita lembaga kampanye, bukan lembaga penelitian. Data yang kita miliki merupakan hasil investigasi. Kita memang tidak melakukan penelitian di konsesi mereka," ujar Yuyun yang hadir dalam seminar itu.